Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Indikator: Mayoritas Elite dan Publik Tidak Setuju Jokowi Maju Lagi

Kompas.com - 13/10/2021, 20:54 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil survei Indikator Politik menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak setuju jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampil kembali dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Adapun hal itu tercermin dari kalangan elite maupun publik yang menjadi narasumber atau responden survei ini. Suara lebih tinggi yang menyatakan tidak setuju sama sekali jika Jokowi maju kembali ada pada kalangan elite atau pemuka opini publik.

"Secara umum, mau pemuka opini atau publik, tetap tidak setuju. Jadi pemilih Pak Jokowi pun banyak yang tidak setuju kalau Pak Jokowi maju lagi," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei yang disiarkan secara daring, Rabu (13/10/2021).

Berdasarkan hasil survei, kalangan elite yang menyatakan tidak setuju sama sekali sebesar 74,8 persen, sedangkan 27,9 persen dari kalangan publik.

Sementara, kalangan elite yang menyatakan kurang setuju jika Jokowi maju kembali sebesar 18,2 persen, dan 40,8 persen dari kalangan publik.

Baca juga: Survei Indikator Politik, Mayoritas Masyarakat Nilai Belum Saatnya Amendemen UUD 1945

Hanya 5,1 persen kalangan elite yang menyatakan setuju jika Jokowi kembali menjadi capres di Pilpres 2024, dan 22,9 persen publik setuju.

Atas hasil itu, Burhanuddin menilai kelompok yang menginginkan Jokowi maju kembali pada Pilpres 2024 harus bekerja lebih keras untuk meraih dukungan masyarakat.

Senada dengan itu, hasil survei juga menyatakan bahwa elite dan publik sama-sama menginginkan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua periode tetap dipertahankan.

"Sebagian besar pemuka opini atau publik mengatakan sebaiknya ketentuan masa jabatan presiden dua kali saja itu tidak diubah alias dipertahankan. Ini bagian dari meminta evaluasi atas apa yang sudah disepakati oleh MPR," jelasnya.

Adapun dari kalangan elite yang mengatakan harus dipertahankan sebesar 89,5 persen, dan dari publik 79,9 persen.

Sementara, mereka yang mengatakan ketentuan masa jabatan presiden harus diubah, dari kalangan elite sebesar 9,9 persen dan publik 13,6 persen.

Baca juga: Survei Johns Hopkins: Masyarakat Indonesia Relatif Tidak Cemas dengan Bahaya Covid-19

Kemudian, hasil survei juga menunjukkan bahwa mayoritas elite dan publik tidak setuju sama sekali terhadap jabatan presiden menjadi tiga periode.

Kalangan elite yang tidak setuju sama sekali sebesar 79,9 persen, dan publik 36,9 peren.

"Yang setuju masa jabatan presiden tiga periode dari kalangan elite itu cuma 4,2 persen. Ada sih, tapi hanya 4,2 persen. Lalu di kalangan opini publik yang setuju itu kalau digabung dari sangat setuju dan setuju itu total 24 persen," terang Burhanuddin.

Adapun narasumber atau responden survei dari kalangan elite diambil dari sejumlah tokoh di antaranya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, tokoh media massa, pusat studi, organisasi masyarakat (ormas), dan tokoh agama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com