Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut Putusan MK tentang Remisi Tunjukkan Ketiadaan Sense of Crisis Penegak Hukum

Kompas.com - 06/10/2021, 12:35 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa setiap narapidana memiliki hak mendapatkan remisi, termasuk koruptor, menunjukkan bahwa aparat penegak hukum tak lagi memiliki sense of crisis terhadap kasus korupsi.

“Praktik korupsi masih masih merajalela dan menjadi sumber utama penghambat kesejahteraan masyarakat,” kata Kurnia dalam keteranngan tertulis, Rabu (6/10/2021).

Menurut dia, MK juga tak memahami bahwa tindakan korupsi merupakan extraordinary crime yang membutuhkan perlakuan khusus agar pelakunya mendapatkan efek jera.

“Kalau seluruh terpidana tanpa terkecuali dapat dengan mudah mendapatkan remisi, bukankah itu merupakan pandangan yang menyamaratakan semua tindak pidana?,” ucapnya.

“Padahal putusan-putusan MK terdahulu tegas mengesahkan pembatasan hak untuk menerima remisi bagi pelaku kejahatan-kejahatan khusus seperti korupsi,” imbuh Kurnia.

Baca juga: Polemik TWK, ICW Minta Kapolri Berhentikan Firli dari Jabatan Jenderal Polisi

Dikutip dari Kompas.id, dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa pemberian remisi menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan tanpa diintervensi oleh lembaga lain.

Dengan keputusan itu maka Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi kurang relevan.

Pasalnya, dalam Pasal 34A Ayat (1) dan (3) PP itu disebutkan bahwa narapidana tindak pidana khusus seperti terorisme, narkotika dan korupsi bisa mendapatkan remisi jika berstatus Justice Collaborator (JC).

Penetuan status JC itu diberikan oleh penegak hukum seperti KPK, Polri, Kejaksaan Agung, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Lebih lanjut, Kurnia menuturkan bahwa alasan MK dalam putusan ini keliru jika mengaitkan dengan masalah overcrowded yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

“Sebab berdasarkan data tahun 2020, narapidana korupsi jumlahnya hanya 0,7 persen dari total keseluruhan warga binaan,” kata dia.

Baca juga: ICW Minta Kapolri Beri Sanksi ke Firli Bahuri, Pemecatan Dirasa Pantas

Terkait dengan penuhnya Lapas oleh narapidana narkoba, Kurnia menuturkan, faktor utama yang jadi penyebabnya adalah Undang-undang Narkotika dan implementasi aparat penegak hukum.

“Masalahnya bukan pada pemberian remisi,” imbuhnya.

Diketahui OC Kaligis mengajukan judicial review atas Pasal 14 Ayat (1) Huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan berikut penjelasannya.

Ia mengajukan judicial review karena sudah menjalankan hukuman pidana 6 tahun namun tak kunjung mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman akibat ketentuan PP Nomor 99 Tahun 2012.

MK kemudian menolak judicial review yang diajukan OC Kaligis dengan alasan bahwa permasalahan yang dihadapinya bukan tentang konstitusionalitas norma, tapi tataran pelaksanaan norma.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com