Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Kunjungan Kerja DPR ke Brasil dan Ekuador Dipertanyakan

Kompas.com - 06/10/2021, 07:20 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana kunjungan kerja Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Ekuador dan Brasil dipertanyakan.

Awalnya, kunker ini diketahui dari surat nomor LG/13489/DPR RI/IX/2021 perihal Permintaan Nama Anggota Baleg ke Luar Negeri. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Baleg DPR.

Terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), kunker dijadwalkan pada 31 Oktober hingga 22 November 2021.

Baca juga: Alasan DPR Kunker ke Luar Negeri Terkait RUU PKS Dinilai Tak Relevan

Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus mengatakan, kunker diperlukan agar pembahasan RUU PKS tidak mendapatkan keluhan dari publik.

Ia menyebutkan, RUU PKS merupakan salah satu regulasi yang sensitif, sehingga DPR merasa perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya melalui kunjungan kerja.

"Kita tidak ingin setelah undang-undang jadi ternyata dikomplain orang, menjadi masalah karena kita tidak melakukan suatu studi banding, tidak melakukan (menerima) masukan," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/10/2021).

Lodewijk menuturkan, Brasil dipilih sebagai tujuan kunjungan kerja agar DPR mengetahui cara mereka mengimplementasikan undang-undang dalam mengatasi masalah kekerasan seksual.

"Kalau di sana dianggap sebagai kultur, kita kan tidak, tetapi ada sesuatu yang tentunya kita perlu petik dari bagaimana mengimplementasikan dari aspek struktur atau kelembagaan dan perundang-undangan," kata Lodewijk.

Baca juga: Baleg DPR Rencanakan Kunjungan Kerja ke Ekuador dan Brasil di Tengah Pandemi

Sementara, Ekuador dipilih karena negara tersebut merupakan negara yang mampu mengimplementasikan undang-undang antikekerasan kepada perempuan.

Menurut Lodewijk, DPR akan melihat perbedaan Brasil dan Ekuador dalam mengatasi persoalan kekerasan sesksual.

"Sehingga nantinya saat uji publik ataupun tahapan selanjutnya dari RUU ini, kita bisa betul-betul mendapatkan masukan dan kita bisa mengimplementasikan secara baik di Indonesia," ujar Lodewijk.

Politikus Partai Golkar itu menambahkan, kunjungan kerja secara langsung juga dipilih agar DPR memperoleh temuan langsung di lapangan.

Sementara, apabila studi banding dilakukan secara online, DPR hanya akan mendapatkan informasi dari data-data yang sudah disiapkan sebelumnya.

"Masukan-masukan itu yang kita harapkan didapat langsung di lapangan, tidak disiapkan ya, namanya pertemuan secara online tentunya ada keterbatasan," kata Lodewijk.

Baca juga: Ini Alasan DPR Pilih Brasil dan Ekuador Jadi Tujuan Kunker soal RUU PKS

Tidak relevan

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpandangan, alasan DPR melakukan kunjungan kerja tidak relevan.

Menurut Lucius, hal yang dikeluhkan oleh masyarakat terkait proses pembahasan RUU di DPR yakni terkait partisipasi publik, bukan soal melakukan kunjungan kerja atau tidak.

"Mungkin pimpinan ini pura-pura lupa atau memang tak tahu dengan apa yang dikomplain publik terhadap UU yang dihasilkan DPR, yang dikomplain itu adalah proses pembahasan yang tidak pastisipatif, tidak melibatkan publik," kata Lucius, saat dihubungi, Selasa (5/10/2021).

Lucius mengatakan, hal paling mendasar dari partisipasi publik adalah keterbukaan DPR mengenai proses pembahasan yang mestinya bisa diakses dengan mudah.

Namun, ia menilai, sejauh ini sangat sedikit informasi terkait perkembangan pembahasan RUU PKS yang bisa diakses melalui situs DPR.

Selain itu, ia juga menegaskan, partisipasi publik tidak cukup dengan mengundang beberapa lembaga dalam rapat dengar pendapat umum selama proses pembahasan.

"Partisipasi publik itu mesti dilakukan dengan membuka ruang komunikasi antara DPR dan publik, bukan dengan memunggungi publik dengan studi banding," ujar Lucius.

Baca juga: DPR Akan Kunker soal RUU PKS, Formappi Nilai Dewan Bermain-main dengan Waktu

Ia pun mengkritik lambatnya pembahasan RUU PKS di DPR, padahal publik memiliki harapan besar agar RUU tersebut dapat segera disahkan.

"Dalam kelambanan itu DPR justru tega bermain-main dengan waktu melalui kunker yang hampir pasti tak ada manfaatnya," kata Lucius.

Lucius membandingkan proses pembahasan RUU lain di DPR yang berlangsung cepat, antara lain RUU Cipta Kerja, RUU Mineral dan Batubara, serta RUU Otonomi Khusus Papua.

"Nasib agak berbeda justru terjadi pada RUU PKS yang sudah sejak awal tahun diserahkan ke Baleg dan sebelumnya sudah dibahas Komisi VIII. Dalam waktu nan panjang, RUU ini tak kunjung tuntas dibahas padahal tak kurang tuntutan dan harapan publik terhadap RUU itu," kata Lucius.

Peserta aksi mengikuti acara peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Minggu (8/3/2020). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pentingnya perubahan sistemik untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA Peserta aksi mengikuti acara peringatan Hari Perempuan Sedunia di Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Minggu (8/3/2020). Dalam aksi tersebut mereka menuntut pentingnya perubahan sistemik untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan.

Keperluan prioritas

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pimpinan memperbolehkan kunjungan kerja ke luar negeri di tengah pandemi, asalkan untuk keperluan yang sangat prioritas.

"Kita kemarin sudah membuka bahwa dengan keadaan pandemi yang sekarang ini kita memperbolehkan untuk keperluan-keperluan yang sangat prioritas dan tentunya dengan catatan daerah menerima," kata Dasco, Jumat (1/10/2021).

Dasco memastikan, DPR tetap melihat kondisi dan situasi Covid-19 terkini. Ia menyebutkan, kunjungan kerja dapat dilakukan jika negara yang akan dikunjungi sudah menerima warga asing.

"Nanti kita lihat apakah kemudian situasi sudah memungkinan dan juga apakah daerah yang dituju menerima," ujarnya.

Baca juga: DPR Berencana Kunjungi Brasil dan Ekuador, Pimpinan: Kami Tak Ingin RUU PKS Dikomplain

Sebelumnya, Komisi I DPR juga sempat berencana melakukan kunjungan kerja ke Qatar pada 28 Februari 2021 sampai 6 Maret 2021 lalu.

Namun, rencana tersebut batal karena pandemi Covid-19 masih melanda dan dikhawatirkan dapat menyebabkan penularan Covid-19.

"Betul (dibatalkan), sebab pada saat pandemi Covid-19 yang melanda dunia tidak sepantasnya kita kunker ke luar negeri," kata anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha, Selasa (21/2/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com