Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Kader Elite Golkar Terjerat Kasus Korupsi dalam 5 Tahun Terakhir

Kompas.com - 27/09/2021, 14:33 WIB
Wahyuni Sahara

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan tersangka oleh KPK terhadap Azis Syamsuddin menambah daftar panjang kader Partai Golkar terlibat dalam kasus korupsi.

Sebelum Azis, dalam beberapa tahun terakhir sejumlah elite Golkar lain sudah lebih dulu ditangkap oleh KPK dan Kejaksaaan Agung karena terjerat korupsi.

Di bawah ini Kompas.com rangkum tujuh kader Partai Golkar yang terjerat kasus korupsi, terutama di masa pemerintahan Joko Widodo sejak periode pertama.

Azis Syamsuddin

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ditahan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (25/9/2021). Ia menjadi tersangka dugaan kasus suap dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ditahan usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (25/9/2021). Ia menjadi tersangka dugaan kasus suap dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah.

KPK menetapkan Azis sebagai tersangka kasus korupsi pengurusan perkara di Lampung Tengah pada 25 September 2021.

Azis ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah.

Dalam kasus ini, Azis menghubungi penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju, pada Agustus 2020. Tujuannya, untuk meminta tolong "mengurus" kasus yang menyeret namanya dan kader Partai Golkar lainnya yaitu Aliza Gunado. Kasus tersebut saat itu sedang diselidiki KPK.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, KPK langsung menahan Azis di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.

Baca juga: KPK Tetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tersangka Suap

Alex Noerdin

Mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin usai diperiksa di Gedung Bundar Kejagung RI, Jakarta.KOMPAS.com/REZA JURNALISTON Mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin usai diperiksa di Gedung Bundar Kejagung RI, Jakarta.

Alex Noerdin terjerat dalam dua kasus korupsi yang diusut oleh Kejaksaan Agung. Pertama, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembelian gas bumi oleh PDPDE Sumatera Selatan tahun 2010-2019 pada 16 September 2021.

Dugaan korupsi tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar 30.194.452.79 dollar Amerika Serikat atau Rp 430.834.067.529 (kurs 14.268).

Selain itu, ada juga kerugian negara lainnya senilai 63.750 dollar AS dan Rp 2,13 miliar, setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumsel.

Baca juga: Saat Alex Noerdin Jadi Tersangka Dua Kasus Korupsi dalam Sepekan

Satu pekan kemudian tepatnya pada 22 September 2021, Kejagung kembali menetapkan Alex sebagai tersangka dalam kasus korupsi Masjid Sriwijaya yang berada di kawasan Jakabaring Palembang.

Ia diduga terlibat korupsi dalam pemberian dana hibah dari APBD Sumsel Tahun 2015 dan 2017 kepada Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang. Dalam perkara ini, Alex diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 130 miliar.

Idrus Marham

Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.ANTARA/SIGID KURNIAWAN Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

Kader Partai Golkar lainnya yang terjerat dalam kasus korupsi adalah Idrus Marham. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus tindak pidana korupsi proyek PLTU Riau-1 pada 24 Agustus 2018.

Saat itu, Idrus tengah menjabat sebagai Menteri Sosial dalam kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Dalam persidangan, hakim menyatakan bahwa Idrus terbukti menerima suap Rp 2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.

Idrus menerima suap bersama-sama dengan kader partai Golkar lainnya, yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih. Sebelumnya, Eni telah ditetapkan terlebih dahulu oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus ini.

Baca juga: Selesai Jalani Hukuman 2 Tahun Penjara, Idrus Marham Kini Dibebaskan

Dalam persidangan, hakim kemudian menjatuhkan vonis penjara kepada Idrus selama 3 tahun dan membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Idrus mengajukan banding atas vonis itu. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru memperberat hukum Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara di tingkat banding. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Lalu Idrus mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya hukuman Idrus dikurangi menjadi 2 tahun penjara. Kini Idrus telah menghirup udara bebas. Ia bebas secara murni dari Lapas Kelas I Cipinang sejak 11 September 2020.

Eni Maulani Saragih

Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan terdakwa. ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana/aww.Dede Rizky Permana Terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan terdakwa. ANTARA FOTO/Dede Rizky Permana/aww.

KPK menetapkan Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt pada 14 Juli 2018.

Eni menerima suap atas kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau. Suap yang dioterima Eni sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. 

Commitment fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Dalam kasus ini KPK juga menetapkan Johannes sebagai tersangka karena memberikan suap kepada Eni.

Baca juga: Eni Maulani Terima Dihukum 6 Tahun Penjara

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemudian menyatakan Eni terbukti menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes pada 1 Maret 2019.

Akibatnya, ia divonis 5 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Eni dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 5,087 miliar dan 40.000 dollar Singapura.

Selain itu, majelis hakim mencabut hak Eni untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah Eni selesai menjalani pidana pokok.

Fayakhun Andriadi

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi (tengah), menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). Fayakhun diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/17.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi (tengah), menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). Fayakhun diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/17.

Kader Golkar lainnya yang terjerat dalam kasus korupsi adalah anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi. Ia ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI pada 14 Februari 2018.

Fayakhun diduga menerima suap berupa hadiah atau janji yang terkait dengan jabatannya.
Dugaan suap itu diduga merupakan fee atas jasa Fayakhun dalam memuluskan anggaran pengadaan satelin monitoring di Bakamla pada APBN-P tahun anggaran 2016.

Pada 21 November 2018, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Fayakhun terbutki menerima suap sebesar 911.480 dollar Amerika Serikat.

Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi

Uang tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Uang tersebut diberikan agar Fayakhun selaku anggota Komisi I DPR mengupayakan alokasi atau ploting penambahan anggaran pada Bakamla. Anggaran tersebut rencananya untuk pengadaan satelit monitoring dan drone.

Akibat perbuatannya itu, ia divonis 8 tahun penjara. Ia juga harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hak politik Fayakhun juga dicabut selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.

Setya Novanto

Terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto melambaikan tangan ke arah awak media saat keluar dari Rutan KPK untuk dieksekusi menuju Rumah Tahanan (Rutan) Sukamiskin Bandung oleh Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta, Jumat (4/5). Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah terlibat dalam korupsi proyek e-KTP.ANTARA FOTO/Adam Bariq Terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto melambaikan tangan ke arah awak media saat keluar dari Rutan KPK untuk dieksekusi menuju Rumah Tahanan (Rutan) Sukamiskin Bandung oleh Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta, Jumat (4/5). Mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan telah terlibat dalam korupsi proyek e-KTP.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada 17 Juli 2017. Saat itu, Setya Novanto sedang menjabat sebagai Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar.

Namun, ketika itu Setya Novanto lolos dari status tersangka usai memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Berselang empat bulan kemudian tepatnya pada 10 November 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP.

Baca juga: KPK Tetapkan Setya Novanto Tersangka Kasus E-KTP

Setya Novanto pun kemudian menjalani proses persidangan. Setelah lima bulan proses persidangan, Setya Novanto divonis bersalah dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP pada April 2018.

Ia terbukti melakukan perbuatan menguntungkan diri sendiri dan pihak tertentu yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun melalui intervensinya dalam proyek e-KTP.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada Setya Novanto. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hak politik Setya Novanto juga dicabut selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Kini, Setya Novanto tengah mendekam di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat.

Markus Nari

Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menyimak kesaksian dari terpidana kasus serupa yang juga mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Sidang lanjutan dengan terdakwa mantan anggota DPR Fraksi Golkar periode 2014-2019 tersebut menghadirkan tiga saksi yaitu Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Setya Novanto dan Andi Narogong. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menyimak kesaksian dari terpidana kasus serupa yang juga mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Sidang lanjutan dengan terdakwa mantan anggota DPR Fraksi Golkar periode 2014-2019 tersebut menghadirkan tiga saksi yaitu Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Setya Novanto dan Andi Narogong. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

KPK menetapkan Anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Markus Nari, sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP pada 19 Juli 2017.

Markus Nari diduga secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau sebuah korporasi dalam pengadaan KTP elektronik tahun 2011-2013, pada Kementerian Dalam Negeri, yang merugikan keuangan negara.

Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara menghalangi proses hukum kasus korupsi e-KTP.

Baca juga: Terpidana Kasus E-KTP Markus Nari Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin

Dalam perkara itu, Markus disangka melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada pengadilan tingkat pertama, Markus Nari divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.

Ia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar 400.000 Dollar AS dalam pusaran kasus proyek pengadaan KTP elektronik

Ia juga dinilai telah telah merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan merintangi pemeriksaan terhadap saksi Miryam S Haryani.

Baca juga: Terbukti Bersalah, Markus Nari Wajib Bayar 400.000 Dollar AS dan Hak Politiknya Dicabut

KPK kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut dan putusan banding menyatakan Markus dihukum 7 tahun penjara.

Perkara itu kemudian berlanjut di tingkat kasasi yang memutuskan Markus divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 8 bulan kurungan.

Ia juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar 900.000 dollar AS yang jika tidak dibayar diganti dengan 3 tahun penjara.

Hukuman tambahan lain yang dijatuhkan kepada Markus adalah pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah menjalani masa pidana. Saat ini, Markus tengah menjalani masa hukumnya di Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com