Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/09/2021, 18:33 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pelaporan terhadap pegiat hak asasi manusia (HAM) Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar atas dugaan pencemaran nama baik dinilai sebagai kemunduran demokrasi.

Laporan itu dilayangkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan berdasarkan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto menilai, laporan tersebut berseberangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta masyarakat aktif mengkritik pemerintah.

Permintaan itu pernah dilontarkan Jokowi dalam acara peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020, pada Senin (8/2/2021).

Baca juga: Jokowi Minta Masyarakat Lebih Aktif Sampaikan Kritik dan Masukan

“Perkara ini seolah mengirimkan pesan berkebalikan dari pernyataan Presiden yang ingin rakyat mengkritik dirinya dan pemerintahannya. Pelaporan ini justru mengirim pesan jangan macam-macam dengan pejabat,” ungkap Damar, saat dihubungi, Kamis (23/9/2021).

Pelaporan ini berawal dari diskusi antara Haris dan Fatia soal hasil penelitian atas dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan di Intan Jaya, Papua. Diskusi tersebut disiarkan melalui YouTube.

Damar menuturkan, pada 26 Juni 2021, pemerintah telah membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) yang mengatur pedoman interpretasi atas pasal-pasal UU ITE yang kerap disalahgunakan.

Dalam SKB Pasal 27 ayat (3) poin c disebutkan, bukan merupakan delik pencemaran nama bila berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi dan kenyataan.

Kemudian dalam poin f diatur bahwa pasal pencemaran nama bukanlah untuk institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

Menurut Damar, pendapat Fatia dan Haris tentang keterkaitan Luhut dalam eksploitasi emas di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua, ditujukan kepada Luhut sebagai pejabat publik, bukan pribadi.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Kritik Fatia Ditujukan terhadap Luhut sebagai Pejabat Publik

Di sisi lain Damar berpandangan, persoalan tersebut menunjukkan UU ITE masih sering digunakan oleh penguasa untuk melaporkan pihak yang dinilai lebih lemah.

“Mencirikan relasi asimetrik, bahwa mereka yang punya kuasa menggunakan UU ITE kepada orang yang lebih lemah. Hukum selalu tajam ke bawah, tumpul ke atas,” kata Damar.

Diskusi antara Haris dan Fatia terkait dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua disiarkan melalui kanal YouTube Haris Azhar berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam.

Pembahasan itu berdasarkan hasil laporan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, hingga Trend Asia, bertajuk Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.

Dikutip dari Kontras.org, kajian ini memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.

Baca juga: Laporan Luhut atas Fatia dan Haris Azhar Dinilai Ancaman Serius terhadap Demokrasi

Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.

Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PTMQ, yakni purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

KPU Lanjutkan Rekapitulasi Suara Nasional untuk Jabar dan Maluku Hari Ini

Nasional
Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Gubernur Jakarta Dipilih Lewat Pilkada, Raih Suara 50 Persen Plus Satu Dinyatakan Menang

Nasional
SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

SK Penambahan Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton Segera Dirilis

Nasional
Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Dito Mahendra Terdaftar di Perbakin, Klaim Hobi dan Koleksi Senpi

Nasional
Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Golkar Dukung Hasil Pemilu yang Akan Ditetapkan KPU

Nasional
Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Jokowi Dinilai Tengah Lakukan Manajemen Risiko dengan Panggil 2 Menteri PKB

Nasional
TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

TKN Pertanyakan kepada Siapa Hak Angket Akan Digulirkan

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui Ubah 1.402 Data DPT Tanpa Rapat Pleno

Nasional
Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Pakar Hukum: Menangkan Gugatan Pilpres di MK Nyaris Mustahil

Nasional
Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Ditanya Soal Jatah Kursi di Kabinet Mendatang, Zulhas Serahkan ke Presiden Terpilih

Nasional
TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

TPN: Hak Angket Sudah Jadi Sikap Partai, pada Dasarnya Akan Kami Gulirkan

Nasional
KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

KPU Usahakan Rekapitulasi Provinsi Papua dan Papua Pegunungan Selesai Malam Ini

Nasional
Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Bareskrim Gagalkan Peredaran 10.000 Butir Ekstasi, 1 Residivis Narkoba Ditangkap

Nasional
Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Didakwa Kasus Kepemilikan Senpi Ilegal, Dito Mahendra: Ini Masalah yang Dibesar-Besarkan

Nasional
2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

2 Menterinya Dipanggil Jokowi, PKB Bantah Diajak Ikut Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com