Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CISDI Ungkap Banyak Tenaga Kesehatan Belum Dapat Insentif Selama Pandemi Covid-19

Kompas.com - 29/08/2021, 16:05 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Center For Indonesia's Strategic Development Intitives (CISDI) mengungkapkan banyaknya tenaga kesehatan yang belum mendapatkan insentif selama pandemi Covid-19.

Direktur CISDI Egi Abdul Wahid mengatakan, dalam hal pembayaran insentif, banyak tenaga kesehatan yang mengalami pemotongan insentif dan kesulitan mengurus insentifnya.

"Dalam dua tahun terakhir ini menjadi masalah yang harus jadi pertimbangan karena tenaga kesehatan tidak punya waktu banyak untuk mengurus hal-hal yang sifatnya administratif," kata Egi di acara dialog bertajuk 'Dilema Nakes: Bagaimana Pemenuhan Hak-Hak Nakes' yang diselenggarakan Public Virtue secara daring, Minggu (29/8/2021).

Baca juga: Demokrat Minta Pemerintah Tidak Sibuk Selebrasi Dini Penanganan Covid-19

Egi mengatakan, meski banyak narasi dari pemerintah tentang anggaran untuk insentif tenaga kesehatan, mulai dari pencairan hingga pembayarannya, tetapi di lapangan masih banyak tenaga kesehatan yang belum mendapat insentif secara utuh dan parsial.

Hal tersebut lebih banyak menimpa para tenaga kesehatan dari rumah sakit swasta dan rumah sakit umum daerah (RSUD).

"Pada tenaga kesehatan rumah sakit swasta banyak yang belum mendapat haknya karena proses klaimnya yang sulit," kata dia.

Selain itu, banyak juga tenaga kesehatan yang belum terdaftar di bank sehingga tidak mendapat insentif dari pemerintah pusat.

Sayangnya, kata dia, ketika para tenaga kesehatan itu mengharapkan manajemen rumah sakit tempat mereka bekerja mengurus itu, tetapi manajemennya malah tidak responsif.

"Ini harus menjadi tanggung jawab bersama karena di level teknis mereka tidak tahu administrasi berjalan," kata dia.

Baca juga: Kemensos Siapkan Dana Rp 24 Miliar Bantu Anak yang Kehilangan Orangtua karena Covid-19

Egi juga mengatakan, banyak tenaga kesehatan yang mendapat rekening untuk insentifnya tetapi ada rumah sakit yang justru tidak transparan.

Para tenaga kesehatan yang akan mendapatkan insentif itu diminta untuk membuat rekening tetapi disimpan oleh manajemen rumah sakit sehingga para tenaga kesehatan tidak mengetahui mendapatkan insentif berapa.

Insentif yang didapatkan itu ditransfer ulang melalui rekening gaji reguler.

"Sehingga ada pemotongan di sana. Jadi pemotongan tidak hanya di struktural pemerintah, tetapi di rumah sakit juga terjadi," kata dia.

Sebab banyak tenaga kesehatan di RSUD yang belum mendapat insentif, kata Egi, pihaknya mendapat laporan di beberapa daerah ada wacana insentif tahun 2020 yang belum diberikan akan hangus.

Sementara itu, para tenaga kesehatan belum mendapatkan hak atas insentif tersebut.

Hal tersebut berkaitan dengan rendahnya penyerapan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah terkait.

Baca juga: Kemenkes: Rp 1,469 Triliun Dibayarkan untuk Tunggakan Insentif Nakes Tahun 2020

"Kemampuan perencanaan pemerintah daerah yang tidak baik membuat tenaga kesehatan yang berjuang dari awal sampai sekarang ada hak yang tidak didapatkan," ujar dia.

Pemotongan insentif juga terjadi kepada tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas sebagai tracer atau yang melacak pasien Covid-19 di lapangan.

Mereka juga mendapatkan pemotongan dari para pemberi kerja seperti Dinas Kesehatan, fasilitas kesehatan, puskesmas, dan lainnya.

Termasuk juga temuan insentif untuk tenaga kesehatan di beberapa daerah yang diberikan kepada petugas tracer dari TNI dan Polri.

Kementerian Kesehatan sebelumnya menyebut sudah membayarkan tunggakan insentif tenaga kesehatan tahun 2020 sebesar Rp 1,469 triliun dari total tunggakan Rp 1,480 triliun.

"Alhamdulillah ini sudah selesai disetujui oleh Itjen Kemenkes maupun BPKP dengan nilai sebesar Rp 1,469 triliun dan ini sudah dibayarkan dengan realisasi sebesar 99,3 persen," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Kirana Pritasari melalui kanal YouTube Kemenkes, Jumat (20/8/2021).

Kirana menyampaikan, sebelum tunggakan dibayarkan ke para nakes, anggaran tersebut harus diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Tujuannya, anggaran untuk tunggakan nakes tersebut mendapat penilaian dan persetujuan untuk dibayarkan.

Ia mengatakan, pembayaran insentif tersebut diberikan kepada nakes yang bertugas di RS TNI-Polri, RS vertikal, RS BUMN, kantor kesehatan pelabuhan, RS lapangan, balai, laboratorium pusat, RS kementerian/lembaga lain, dan RS swasta.

Namun, Kirana mengatakan, masih terdapat 0,7 persen tunggakan insentif nakes tahun 2020 yang belum dibayarkan. 

"Dan setelah diperiksa, diteliti kembali masih ada anggaran sekitar Rp 9,95 miliar untuk membayarkan untuk para nakes di faskes yang terlambat mengirimkan dokumennya," ujar dia.

Di sisi lain, kata dia, pembayaran insentif nakes tahun 2021 berjalan dengan baik dan teratur karena diatur komunikasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk mengajukan laporan insentif sesuai batas waktu yang ditentukan.

Ia mengatakan, sejak Januari-Juli insentif nakes sudah dibayarkan sebesar Rp 4,755 triliun.

"Sejak Januari hingga Juli ini sudah dibayarkan Rp 4,755 triliun dari pagu yang ada, dengan jumlah faskes 21.000 lebih dan jumlah nakes 679.215," kata Kirana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com