Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
sudarsono 1

Guru Besar FISIP UI. Saat ini merupakan anggota Tim Penilai Jabatan Akademik Dikti. Mantan Penjabat Gubernur Jambi. Kolom ini adalah pendapat pribadi.

Statuta UI: Delegasi Kewenangan Bermasalah...

Kompas.com - 19/08/2021, 08:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

DELEGASI adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.

Pasal 41 Ayat (5) PP 75/2021 tentang Statuta UI adalah contoh bentuk delegasi kewenangan, seperti yang dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Delegasi kewenangan dalam Pasal 41 Ayat (5) Statuta UI berbunyi:

"Rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi berhak mengangkat dan/atau memutuskan jenjang jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, fungsional lektor kepala, dan guru besar, berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki."

Baca juga: Desak Statuta UI Hasil Revisi Dicabut, Ratusan Mahasiswa hingga Guru Besar Surati 5 Kementerian

Idealnya, delegasi kewenangan itu dimaksudkan untuk mewujudkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan berdasarkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

Akan tetapi, mencermati delegasi kewenangan dalam Statuta UI itu justru terdapat sejumlah masalah.

Masalah 1: Fenomena Penumpukan Kekuasaan

Membaca pengaturan delegasi kewenangan dalam Statuta UI itu, tidak dapat dihindari adanya kesan fenomena penumpukan kekuasaan (the concentration of power upon the Rector).

Apalagi, bila dicermati munculnya pengaturan baru dalam PP 75/2021, yaitu Pasal 34 ayat (2): "Rektor menjalankan otonomi UI dalam bidang akademik, tata kelola, keuangan, dan sumber daya", yang dibarengi dengan penghapusan pengaturan basis check and balances yang sudah ada sebelumnya.

Baca juga: Guru Besar UI Temukan Ketidaktelitian dalam Penyusunan Statuta UI, Ini Penjelasannya

Contoh pengaturan check and balances yang sudah ada, tetapi ditiadakan, adalah Pasal 41 ayat (1) huruf j Statuta UI berdasarkan PP 68/2013.

Belum diketahui apakah delegasi kewenangan ini merupakan buah permintaan UI, atau perintah dari Kemendikbud Ristek.

Bila hal ini merupakan direktif dari Kementerian, maka kecenderungan seperti ini tentu akan menjadi pola sejumlah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) yang lain.

Baca juga: Profesor, Dosen, dan Mahasiswa Desak Pencabutan Statuta UI Hasil Revisi karena Cacat Formil dan Materiil

Masalah 2: Apa Saja Keuntungan Bagi UI?

Bila delegasi kewenangan mengangkat pejabat fungsional UI ini merupakan buah permintaan pihak UI, mestinya sudah diperhitungkan keuntungannya bagi UI.

Mungkin hal ini dimaksudkan untuk mempercepat laju penambahan Lektor Kepala (LK) dan Guru Besar (GB) UI. Apakah benar demikian?

Salah satu faktor penentu kecepatan kenaikan jabatan akademik ke LK dan GB, pada seluruh perguruan tinggi di Indonesia, adalah jumlah dan kualitas tertentu riset tiap dosen.

Sesuai ketentuan yang berlaku secara nasional, seorang calon LK harus memiliki publikasi pada jurnal nasional terakreditasi peringkat Sinta 2. Sementara calon GB harus memiliki minimal satu publikasi pada jurnal internasional bereputasi.

Baca juga: Statuta UI Baru Dianggap Cacat Formil, Dewan Guru Besar Desak Jokowi Cabut

Apakah dengan Pasal 41 ayat (5) itu kemudian UI akan menurunkan standar calon LK dan GB di bawah standar nasional untuk memperbanyak segera LK dan GB UI? Bila ini yang akan dilakukan, apa kata dunia?

Namun, bila UI tetap mengikuti standar nasional, dari mana lagi sumber percepatan jumlah LK dan GB UI? Perbedaan durasi penilaian secara nasional dengan lokal UI, sesungguhnya tidak akan mempengaruhi laju kecepatan secara nyata jumlah LK dan GB, tanpa menurunkan standar mutu.

Jelaslah, tidak ada jaminan kalau delegasi kewenangan melalui Pasal 41 Ayat (5) ini akan mempercepat peningkatan jumlah dan kualitas LK dan GB UI.

Baca juga: Soal Revisi Statuta UI, Dewan Guru Besar Ungkap Ada Penyimpangan Prosedur

Masalah 3: Delegasi Tanpa Pasal tentang Anggaran

Pasal 41 ayat (5) juga merupakan delegasi kewenangan bermasalah, karena tidak dibarengi dengan pengaturan tentang anggaran belanja.

Apakah UI akan menanggung sepenuhnya tunjangan jabatan pejabat fungsional yang diangkat sendiri oleh Rektor itu? Atau, tunjangan jabatan itu masih akan dibebankan kepada APBN Kemendikbudristek yang terpisah dengan anggaran otonom UI?

Adanya pasal pengaturan tentang anggaran belanja itu penting untuk memastikan tertib administrasi keuangan, dan selain itu juga yang sangat penting adalah untuk memenuhi asas keadilan bagi PTN BH yang lain.

Bila delegasi kewenangan ini tidak diikuti dengan kewajiban penyediaan anggaran belanja oleh UI, pastilah dianggap tidak adil bagi PTN BH lain.

Sebaliknya, bila delegasi kewenangan ini dibarengi dengan kewajiban UI untuk menanggung beban anggaran, apakah benar ini merupakan pilihan terbaik bagi UI?

Masalah 4: Kewenangan Mengangkat Tanpa Kewenangan Memberhentikan

Dipilihnya frasa “mengangkat dan/atau memutuskan” pada Pasal 41 ayat (5) itu mengandung banyak masalah.

Pertama, pasal ini hanya memberi kewenangan Rektor untuk mengangkat, tetapi tidak memberi kewenangan memberhentikan.

Bila seorang GB UI diangkat berdasarkan ketentuan ini, maka saat GB itu kelak memasuki usia pensiun, siapa yang berwenang memberhentikan, dan kemudian menetapkan keputusan status pensiunnya?

Pasal 41 ayat (5) menjadi salah satu sumber komplikasi administrasi kepegawaian dan administrasi keuangan UI.

Kedua, bila ada kasus pelanggaran berat terhadap etika akademik atau aturan lainnya oleh seorang pejabat fungsional UI, dan kemudian akan dikenakan sanksi demosi atas jabatannya, bagaimana mekanismenya?

Tidak adanya kewenangan memberhentikan yang dinyatakan dalam Pasal 41 ayat (5) itu akan menyulitkan Rektor dalam melakukan proses hukum demosi.

Ketiga, frasa "atau memutuskan" dalam Pasal 41 (5) itu tidak ada gunanya, dan merupakan bentuk ketidaktelitian dalam perancangan PP 75/2021.

Selain menimbulkan komplikasi administrasi, hal ini juga merupakan contoh praktek administrasi pemerintahan yang tidak memenuhi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com