Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Stigma dan Label "Taliban" Jadi Dasar Pemutusan Kerja Pegawai KPK

Kompas.com - 16/08/2021, 17:18 WIB
Tatang Guritno,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Stigma dan label "taliban" menjadi dasar pemutusan kerja pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) nyata terjadi.

Hal itu disampaikan komisioner Komnas HAM saat membacakan laporan penyelidikan atas penyelenggaraan alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui TWK.

“Telah terjadi pembebastugasan pegawai KPK yang mengarah pada pemutusan hubungan kerja melalui alih status asesmen TWK. Penggunaan stigma dan label taliban menjadi basis dasar pemutusan kerja melalui proses alih status pegawai KPK menjadi ASN nyata terjadi,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers virtual, Senin (16/8/2021).

Baca juga: Komnas HAM Sebut Proses Pengusulan TWK oleh Pimpinan KPK Tak Lazim

Menurut Anam, hal itu nampak dari perubahan mandat dan substansi alih status dari pengangkatan menjadi pengalihan, hingga disepakati menjadi asesmen atau seleksi dalam proses pembentukan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang menjadi pedoman tata cara pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN.

“Tujuannya menyingkirkan atau menyaring pegawai dan label stigma yang dimaksud mulai dari membentuk perkom, kerja sama dengan BKN, pembiayan, menentukan metode, pihak yang terlibat, asesor asesemen hingga penyusunan jadwal pelaksanaan (TWK),” papar Anam.

Proses menyingkirkan beberapa pegawai itu, menurut Anam, juga terepresentasi dari tidak terbuka dan transparannya penyelenggaraan TWK.

Padahal, menurut dia, mekanisme alih status pegawai KPK cukup dengan proses administratif.

“Penyelenggaraan yang tidak transparan, diskriminatif dan terselubung, serta dominiasi pihak tertentu dalam penetapan hasil tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) hingga pasca penyelenggaraan yang juga tidak terbuka,” kata dia.

“Pengumuman hasil yang menimbulkan ketidakpastian, pembebastugasan yang TMS hingga pemilihan waktu pelantikan 1 Juni 2021 yang merupakan Hari Lahir Pancasila. Padahal mekanisme alih status pada pegawai KPK sebagai konsekuensi dari perubahan UU KPK Nomor 19 tahun 2019 cukup melalui administrative adjustment,” kata Anam.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Upaya Pengaburan Kebenaran Libatkan pada TWK KPK

Komnas HAM juga mencatat bahwa penyelenggaraan TWK sebagai alih status pegawai KPK tidak hanya merupakan wujud pelaksanaan UU Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020.

Namun, Komnas HAM menemukan bahwa pelaksanaan TWK itu memiliki maksud lain yaitu menyingkirkan pegawai tertentu.

“Pelaksanaan UU tersebut digunakan sebagai momen untuk meneguhkan stigma dan label didalam internal KPK,” kata Anam.

Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menemukan berbagai kejanggalan dan tindakan pelanggaran HAM dalam proses penyelenggaraan TWK.

Seperti adanya profiling yang dilakukan pihak penyelenggara TWK pada pegawai-pegawai tertentu.

Profiling itu tidak hanya dilakukan dengan memantau media sosial pegawai tapi juga mendatangi rumah beberapa pegawai lembaga antirasuah itu.

Baca juga: Komnas HAM Temukan Profiling Hanya pada Beberapa Pegawai KPK yang Ikuti TWK

Kemudian, Komnas HAM menemukan adanya penggunaan kop Badan Kepegawaian Negara (BKN) oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) dalam pelaksanaan tes esai pada TWK tersebut.

Anam menyebut bahwa tindakan itu merupakan upaya pengaburan kebenaran, karena seolah-olah BKN yang membuat soal esai tersebut, padahal pembuatannya dilakukan oleh BAIS.

Dengan berbagai temuan itu Komnas HAM akhirnya menyatakan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN dengan penyelenggaraan TWK telah melanggar hak asasi manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com