JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, ada 11 pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
Hal itu diketahui dari proses penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan perwakilan 75 pegawai KPK.
Salah satu temuan Komnas HAM yakni pengabaian dan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019 dan arahan Presiden Republik Indonesia secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh KPK secara bersama-sama dengan instansi lain.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Proses Pengusulan TWK oleh Pimpinan KPK Tak Lazim
Padahal, pertimbangan hukum dari putusan MK maupun arahan presiden sebagai pejabat pembina kepegawaian tertinggi di Republik Indonesia menyatakan bahwa asesmen TWK tidak boleh merugikan pegawai.
Selain itu, asesmen tersebut juga tidak serta-merta dapat digunakan untuk memberhentikan pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Sehingga semua kebijakan dan tindakan yang diambil tidak boleh mengurangi apalagi menghilangkan hak-hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai pegawai ASN.
"Namun faktualnya, muncul Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 tentang Hasil Asesmen TWK Pegawai yang TMS," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam konferensi pers, Senin (16/8/2021).
"Dengan demikian, keputusan tersebut patut diduga melanggar HAM, termasuk pihak yang menandatangani surat tersebut, yaitu Pimpinan KPK," kata dia.
Baca juga: Komnas HAM Sebut Ada Upaya Pengaburan Kebenaran Libatkan pada TWK KPK
Berdasarkan temuan dan analisis atas fakta peristiwa, Komnas HAM akan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan selaku pejabat pembina kepegawaian tertinggi direkomendasikan untuk mengambil alih seluruh proses TWK Pegawai KPK.
Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan presiden untuk memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi ASN KPK.
Hal itu, menurut Taufan juga dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan presiden yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik.
Selain itu, hal ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun.
Baca juga: Komnas HAM Temukan Profiling Hanya pada Beberapa Pegawai KPK yang Ikuti TWK
"Mengingat MK berperan sebagai pengawal konstitusi dan hak konstitusional, maka pengabaian atas pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai
bentuk pengabaian konstitusi," ujar Taufan.
Komnas HAM juga merekomendasikan presiden untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan TWK terhadap pegawai KPK.