Menurut Moeldoko, data laporan sementara hasil distribusi Ivermectin oleh HKTI di sejumlah daerah menunjukkan bahwa obat tersebut efektif melawan virus corona.
Di Kota Tangerang, Jakarta Timur, Depok, dan Bekasi, efektivitas Ivermectin diklaik mampu menurunkan angka Covid-19 mendekati 100 persen. Hal yang sama juga diklaim terjadi di Semarang, Sragen, hingga Kudus.
"Melihat data sementara ini, kami cukup optimis bahwa Ivermectin dapat menjadi solusi obat efektif menyembuhkan pasien Covid," ucap Moeldoko.
Baca juga: Moeldoko Klaim Kemanjuran Ivermectin untuk Turunkan Covid-19, Bagaimana Faktanya?
Kendati demikian, Moeldoko mengakui bahwa Ivermectin sedianya merupakan obat cacing. Namun, ia menyebut, pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki masa kritis.
Lonjakan kasus terjadi di banyak tempat, angka keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) rumah sakit rujukan Covid-19 pun meningkat drastis. Bersamaan dengan itu, varian baru virus corona menyebar cepat di berbagai daerah.
Dalam situasi seperti ini, menurut Moeldoko, diperlukan cara berpikir kritis untuk menekan angka penularan kasus, salah satunya dengan penggunaan Ivermectin.
"Dalam menghadapi kondisi kritis sekarang ini apakah harus diam? Menurut saya tidak. Kita harus berbuat sesuatu, diam ada resiko kematian, melakukan sesuatu belum tentu mati," ujarnya.
Baca juga: BPOM Minta Semua Pihak Setop Promosikan Ivermectin sebagai Obat Covid-19
Namun, Moeldoko tidak memiliki kompetensi dalam bidang medis dan kesehatan. Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta seluruh pihak berhenti mempromosikan Ivermectin sebagai obat bagi pasien Covid-19.
Sebab, Ivermectin belum memperoleh izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA). Ivermectin masih dalam tahap uji klinik serta hanya bisa masuk dalam mekanisme Perluasan Penggunaan Khusus (Expanded Access Program/EAP).
"Mengingat Ivermectin adalah obat keras dan persetujuan EAP bukan merupakan persetujuan izin edar, maka ditekankan kepada industri farmasi yang memproduksi obat tersebut dan pihak mana pun untuk tidak mempromosikan obat tersebut, baik kepada petugas kesehatan maupun kepada masyarakat," demikian tulis BPOM sebagaimana dikutip dari laman resmi BPOM, Rabu (21/7/2021).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.