SEKALI lagi saya menulis Puan Maharani untuk jadi bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan di 2024 nanti.
Baca juga: Ada Apa dengan Puan Maharani di Manado?
Seraya membantu pemerintah mengadakan vaksinasi di berbagai daerah, sejumlah anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan sekitar empat bulan ini (sampai Agustus 2021 nanti) mengadakan rapat kerja daerah (Rakerda).
Rakerda-rakerda di semua provinsi Indonesia ini diadakan tanpa aktivitas massa untuk mematuhi aturan protokol kesehatan di tengah merebaknya kembali pandemi virus corona.
Karena PDI Perjuangan adalah partai politik nomor satu (suara terbanyak dalam pemilu 2019), maka Rakerda ini perlu kita cermati. Sambil mewaspadai suasana pandemi, kita simak suara atau kesimpulan-kesimpulan dari Rakerda ini.
Dari Rakerda ini kita akan bisa menebak rekomendasi apa yang akan dibawa untuk rapat kerja nasional (Rakernas) partai tersebut yang dijadwalkan Agustus 2021 mendatang.
Rakerda-rakerda partai banteng mata merah dan bermoncong putih ini telah menyuarakan Puan Maharani sebagai calon presiden untuk pemilihan presiden 2024. Suara Rakerda tentang Capres ini digemakan tiga tahun sebelum pemilihan presiden.
Menurut beberapa sumber di PDI Perjuangan, usulan Rakerda tentang sosok Capres diumumkan secara terbuka merupakan bagian dari konsolidasi partai menghadapi pemilihan umum mendatang.
Sebenarnya, walaupun ada yang menganggap tidak taktis, salah satu pimpinan pusat PDI Perjuangan, Bambang (Pacul) Wuryanto, telah mengungkapkan siapa bakal Capres partai ini menjelang akhir Mei 2021.
Suara Bambang Pacul mengindikasikan, pimpinan kuat di partai itu secara resmi tidak menginginkan Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah dari PDI Perjuangan) sebagai Capres 2024 meskipun sejumlah lembaga survei independen atau semi independen menempatkan Ganjar di papan atas kandidat Capres mendatang.
Sebagai catatan, saya beberapa kali berjumpa dengan sejumlah simpatisan, kader, petugas partai PDI Perjuangan yang mengungkapkan keinginan mereka agar Ganjar jadi Capres 2024, bukan Puan.
Di sisi lain saja juga mendengar dari beberapa mantan tokoh PDI Perjuangan (sebagian ada yang telah di partai lain) yang mengatakan Puan lebih cocok jadi Capres.
“Karena dia telah melintasi jenjang-jenjang pengalaman berpolitik resmi dan tidak resmi,” ujar salah satu mantan pimpinan DPP PDI Perjuangan yang tidak mau disebut namanya.
Mantan aktivis PDI Perjuangan tingkat atas itu mengatakan, Puan, pernah jadi anggota biasa partai, kemudian menjadi ketua fraksi partai di DPR dua periode, jadi menteri koordinator. Di jalur resmi itu pengalamannya mendekati sempurna. Ini modal kuat untuk capres, kata Sang Mantan itu berapi-api.
Tapi, seorang aktivis papan menengah PDI Perjuangan mengatakan, Puan masih membutuhkan pembinaan bidang relasi “roso” dengan orang-orang partainya yang tidak mau bicara terbuka. Suara diam, katanya, perlu digapai oleh Puan dan para pendukung fanatiknya.
Pembinaan atau penajaman “roso” ini, kata orang-orang tak bersuara secara tersurat itu, masih perlu diperhatian oleh Puan dan para pendukungnya.
Wah ini cukup substil, tapi bisa menjadi kenyataan konkret yang menentukan pencalonan Puan untuk 2024 nanti.
Apa itu “roso”? Saya bertanya padanya.
Ia tidak mau jelaskan. Ia hanya bilang, “Tanyakan pada para tokoh tua PDI Perjuangan asal Jawa Tengah atau Jawa Timur. Yang jelas kosa kata ‘roso’ itu tidak sama dengan kosa kata perasaan atau rasa. Perasaan hanya bagian kecil dari ‘roso’.”
Rakerda-rakerda PDI Perjuangan telah memunculkan nama (termasuk yang punya jabatan eksekutif) secara terbuka mendukung Puan jadi capres.
Maknanya jelas: PDI Perjuangan sedang melangkah tetap, Puan capres. Bukan yang lain.
Tapi seorang pengamat politik yang memfokuskan pengamatannya pada PDI Perjuangan mengatakan, untuk meramalkan siapa yang bakal jadi capres, kita perlu sabar menunggu partai-partai mendaftarkan Capresnya secara resmi jelang Pilpres 2024 nanti.
Tapi, suara Rakerda PDI Perjuangan “Puan capres” menunjukkan partai itu tidak mau seperti Pilpres 2014 dan 2019 yang menetapkan Capresnya mendekati waktu pendaftaran.
Rupanya PDI Perjuangan mau hunjuk sikap berdikari bidang penetapan Capres. Tidak harus selalu mendengarkan survei dari luar partai atau media massa, apalagi media sosial. Tidak begitu lagi.
Rakerda-rakerda PDI Perjuangan juga mengumandangkan program memperkuat desa, kampung atau dusun. Ini adalah seruan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sejak dulu.
Ia beberapa kali mengkritik tentang data-data desa Nusantara yang tidak jelas, misalnya data mata air sungai.
Sejak jadi presiden (2001-2004) Megawati beberapa kali mengingatkan soal bahaya kelaparan yang mungkin terjadi bila sawah atau kebun tanaman pokok dan obat-obatan tradisional dialihfungsikan.
Ia ingin para kader memperhatikan desa untuk bisa menjadi pusat pelestarian alam hayati serta sebagai lumbung pangan.
Di masa pandemi ini, pimpinan teratas partai melihat, desa semakin punya fungsi strategis, terutama dalam penampungan para pekerja di industri, pabrik, hotel dan seterusnya yang kehilangan lapangan kerja. Mereka bisa ditampung desa untuk bekerja di sana, termasuk membuat lumbung pangan alami.
Desa, kampung atau dusun, bisa diperkuat menjadi lumbung pangan dan obat tradisioanl menghadapi imbas kenaikan harga pangan global yang kini sudah di depan mata kita.
Andaikan, Puan Maharani bisa menarasikan program itu dengan gamblang, konkret atau setengah konkret, mungkin bisa mendekati “roso” massa besar PDI Perjuangan dan bangsa ini secara natural.
Lebih dari itu bisa memperlihatkan diri sebagai bukan hanya jadi bakal calon pemimpin nomor satu pemerintahan, tapi pendamping rakyat yang bisa memberi harapan dan cinta.
Semoga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.