JAKARTA, KOMPAS.com - Marhaenisme sudah muncul di kepala Soekarno sejak ia berumur 20 tahun. Hanya saja, marhaenisme saat itu baru berupa kuncup dari suatu pemikiran yang meongorek-orek pikirannya.
Akan tetapi, tak lama kemudian marhamenisme jadi landasan tempat pergerakan Soekarno berdiri.
Ini bermula dari pengamatan Bung Karno pada pekerja kecil yang berada di lingkungan sekitarnya. Para pekerja kecil itu dilihatnya menjadi majikan sendiri.
Mereka tidak terikat pada siapa pun. Dia menjadi kusir gerobak kudanya, dia menjadi pemilik dari kuda dan gerobak itu dan dia tidak mempekerjakan buruh lain.
Baca juga: Soekarno dan Percobaan Pembunuhan Terhadapnya...
Terdapatlah nelayan yang bekerja sendiri dengan alat-alat seperti tongkat-kali, kailnya dan perahu kepunyaan sendiri. Begitu pun para petani yang menjadi pemilik tunggal dari sawahnya dan pemakai tunggal dari hasilnya.
Orang-orang semacam ini, kata Bung Karno, meliputi bagian terbanyak dari rakyat. Semua menjadi pemilik dari alat produksi mereka sendiri, jadi mereka bukanlah rakyat proletar seperti yang disebut para aktivitis komunis saat itu.
Mereka punya sifat khas tersendiri, mereka tidak termasuk dalam salah satu bentuk penggolongan. Kalau begitu, apakah mereka ini sesungguhnya?
Soekarno pun merenungkan hal itu berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Namun akhirnya, pemecahan atas pertanyaan itu ia dapatkan saat bolos kuliah seraya bersepeda tanpa tujuan keliling Bandung.
Baca juga: Peringatan Bulan Bung Karno di Tengah Pandemi Covid-19
Tibalah Bung Karno di Bagian Selatan Kota Bandung. Bung Karno berhenti mengayuh dan perhatiannya tertuju pada seorang petani berbaju lusuh yang sedang mencangkul sendirian di sebuah petak sawah.
Setelah mengamatinya sejenak, Bung Karno mengajaknya bercakap-cakap. Lalu, ia bertanya dengan bahasa Sunda.
"Siapa yang punya semua yang engkau kerjakan ini?," tanya Soekarno
"Saya, juragan."
Apakah kau memiliki tanah ini bersama orang lain?"
"O, tidak, gan. Saya sendiri yang punya."
"Tanah ini kau beli?"
"Tidak. Ini warisan bapak kepada anak turun-temurun."
Baca juga: Peran Bung Karno Mengenalkan Pancasila ke Seluruh Dunia