Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Marhaenisme, Ideologi yang Tercetus Kala Bung Karno Bersepeda

Kompas.com - 29/06/2021, 05:07 WIB
Wahyuni Sahara,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Marhaenisme sudah muncul di kepala Soekarno sejak ia berumur 20 tahun. Hanya saja, marhaenisme saat itu baru berupa kuncup dari suatu pemikiran yang meongorek-orek pikirannya.

Akan tetapi, tak lama kemudian marhamenisme jadi landasan tempat pergerakan Soekarno berdiri.

Ini bermula dari pengamatan Bung Karno pada pekerja kecil yang berada di lingkungan sekitarnya. Para pekerja kecil itu dilihatnya menjadi majikan sendiri.

Mereka tidak terikat pada siapa pun. Dia menjadi kusir gerobak kudanya, dia menjadi pemilik dari kuda dan gerobak itu dan dia tidak mempekerjakan buruh lain.

Baca juga: Soekarno dan Percobaan Pembunuhan Terhadapnya...

Terdapatlah nelayan yang bekerja sendiri dengan alat-alat seperti tongkat-kali, kailnya dan perahu kepunyaan sendiri. Begitu pun para petani yang menjadi pemilik tunggal dari sawahnya dan pemakai tunggal dari hasilnya.

Orang-orang semacam ini, kata Bung Karno, meliputi bagian terbanyak dari rakyat. Semua menjadi pemilik dari alat produksi mereka sendiri, jadi mereka bukanlah rakyat proletar seperti yang disebut para aktivitis komunis saat itu.

Mereka punya sifat khas tersendiri, mereka tidak termasuk dalam salah satu bentuk penggolongan. Kalau begitu, apakah mereka ini sesungguhnya? 

Soekarno pun merenungkan hal itu berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Namun akhirnya, pemecahan atas pertanyaan itu ia dapatkan saat bolos kuliah seraya bersepeda tanpa tujuan keliling Bandung.

Baca juga: Peringatan Bulan Bung Karno di Tengah Pandemi Covid-19

Tibalah Bung Karno di Bagian Selatan Kota Bandung. Bung Karno berhenti mengayuh dan perhatiannya tertuju pada seorang petani berbaju lusuh yang sedang mencangkul sendirian di sebuah petak sawah.

Setelah mengamatinya sejenak, Bung Karno mengajaknya bercakap-cakap. Lalu, ia bertanya dengan bahasa Sunda.

"Siapa yang punya semua yang engkau kerjakan ini?," tanya Soekarno

"Saya, juragan."

Apakah kau memiliki tanah ini bersama orang lain?"

"O, tidak, gan. Saya sendiri yang punya."

"Tanah ini kau beli?"

"Tidak. Ini warisan bapak kepada anak turun-temurun."

Baca juga: Peran Bung Karno Mengenalkan Pancasila ke Seluruh Dunia

Ketika petani itu terus menggali, Bung Karno pun mulai menggali pikirannya. Pikirannya mulai bekerja. Ia memikirkan teorinya. Dan semakin keras ia berpikir, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya.

"Bagaimana dengan sekopmu? Sekop ini kecil, tapi apakah kepunyaanmu juga?"

"Iya, gan."

"Dan cangkul?."

"Iya, gan."

"Bajak?"

"Saya punya, gan."

"Untuk siapa hasil yang kau kerjakan?"

"Untuk saya, gan."

"Apakah cukup untuk kebutuhanmu?"

Ia mengangkat bahu sebagai membela diri.

Baca juga: Megawati Usul ke Nadiem Buku Karya Bung Karno Jadi Kurikulum Baca di Sekolah

"Bagaimana sawah yang begini kecil bisa cukup untuk istri dan empat orang anak?"

"Apakah ini da yang dijual dari hasilmu?"

"Hasilnya sekadar cukup untuk makan kami. Tidak ada lebihnya untuk dijual."

"Kau mempekerjakan orang lain?"

"Tidak, juragan. Saya tidak dapat membayarnya."

"Apakah engkau pernah memburuh?"

"Tidak, gan. Saya harus membanting-tulang, akan tetapi jerih payah semua untuk saya."

Kemudian Bung Karno menanyakan nama petani muda itu. Ia menyebut namanya, Marhaen.

"Di saat itu cahaya ilham melintas di otakku. Aku akan memakai nama itu untuk menamai semua orang Indonesia yang bernasib malang seperti dia! Semenjak itu kunamakan rakyatku Marhaen," kata Soekarno sebagaimana ia ceritakan dalam otobiografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams.

Soekarno menghabiskan sisa hari itu dengan bersepeda mengitari Bandung. Sepanjang jalan ia berpikir menyusun keping-keping pemikirannya selama ini. Hasilnya adalah apa yang ia sebut sebagai marhaenisme.

Baca juga: Cerita Filatelis Buru Prangko Bung Karno dan Bung Hatta

Seorang marhaenis adalah orang yang mempunyai alat-alat yang kecil, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekadar cukup untuk dirinya sendiri.

Marhaenisme adalah sosialisme Indonesia dalam praktik. Perkataan marhaenisme adalah lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional. Begitu pun dengan nama Tanah Air harus menjadi lambang.

Perkataan Indonesia, berasal dari seorang ahli purbakala bangsa Jerma bernama Jordan, yang belajar di negeri Belanda. Studi kasusnya mengenai rantai kepulauan Indonesia.

Karena Indonesia secara Geografis berdekatan dengan India, ia namakanlah kepulauan dari India. Nesos adalah bahasa Yunani untuk perkataan pulau-pulau, sehingga menajdi Indusnesos yang akhirnya menjadi Indonesia.

Baca juga: Cerita Megawati Selalu Diingatkan Bung Karno soal Pentingnya Mengingat Strategi Perang Gerilya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com