Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Omong Kosong kalau Pemerintah Tak Punya Uang untuk Lockdown

Kompas.com - 28/06/2021, 13:13 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Faisal Basri menilai, kebijakan lockdown seharusnya diterapkan pemerintah pada awal pandemi Covid-19. Bahkan hal tersebut sudah diingatkan oleh para ahli kesehatan untuk menekan lonjakan kasus.

"Pesannya bahwa penyelesaian kesehatan ini adalah prasyarat untuk memulihkan ekonomi," ujar Fasial, ketika diwawancarai wartawan senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo, dikutip dari Kompas.id, Senin (28/6/2021).

Baca juga: Faisal Basri Nilai Lockdown Dua Minggu Dapat Bantu Pulihkan Ekonomi RI

Faisal menilai, pemerintah pusat memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan lockdown. dalam rangka mengendalikan penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Jika melihat struktur total penerimaan negara, kata dia, penerimaan pemerintah pusat pada 2019 mencapai Rp 2.000 triliun. Sedangkan, total penerimaan 34 provinsi sekitar Rp 200 triliun.

Menurut Faisal, pemerintah pusat memang memiliki tanggung jawab untuk menanggung pengeluaran biaya lockdown. Sebab, pemerintah daerah tidak memiliki cukup dana.

"Tidak mungkin pemda bisa membiayai karena memang uangnya tidak ada. Keuangan negara itu terpusat sekali. Jadi menurut saya omong kosong kalau tidak ada uang (untuk melakukan lockdown)," ucap Faisal.

Faisal menekankan, pemerintah memiliki kemampuan untuk menerapkan lockdown. Lantas ia menyinggung soal wacana pengadaan senjata yang mencapai Rp 1.700 triliun, pembangunan ibu kota baru, hingga perjalanan dinas yang tetap dilakukan.

Bahkan, Faisal mengatakan, pemerintah dapat meminta bantuan Bank Dunia maupun Economic Development Board (EDB) apabila kekurangan dana.

"Semakin cepat kita menangani virus, maka semakin cepat kita memulihkan ekonomi. Itulah benefit yang kita peroleh," kata Faisal.

Baca juga: Jaga Kewarasan di Tengah Pandemi, Saatnya Pemerintah Tarik Rem Darurat

Menurut Faisal, jika kebijakan yang saat ini dilakukan, yakni penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro terus dilakukan, justru ongkosnya menjadi jauh lebih banyak.

Apalagi, kata dia, tidak ada yang tahu pandemi Covid-19 ini akan berakhir.

"Pemerintah berharap, utamanya Menko Maritim Pak Luhut, dua minggu (PPKM mikro efektif), kalau pakai teori kesehatan, epidemiolog itu hampir dipastikan tidak bisa kalau dengan mikro ini. Jadi ongkosnya jauh akan lebih banyak," kata Faisal.

Faisal berpandangan, penerapan lockdown selama dua pekan dapat membantu pemulihan ekonomi.

Dalam penerapannya, aktivitas ekonomi tidak berhenti total. Ia mengatakan, aktivitas di sektor strategis masih dapat berjalan.

Hal tersebut perlu didukung dengan mobilisasi tim Palang Merah Indonesia (PMI), pemerintah daerah, dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

 

Sementara, kata Faisal, masyarakat kelas menengah ke atas tetap bisa mengurus dirinya sendiri walaupun lockdown dilakukan.

Dengan demikian, maka biaya yang ditanggung pemerintah pun tidak akan terlalu besar.

Tarik rem darurat

Di tengah lonjakan kasus, Presiden Joko Widodo tetap memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro.

Menurut Jokowi, pemerintah telah menerima masukan soal pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan lockdown.

Namun ia menekankan, PPKM skala mikro paling tepat karena tidak mematikan ekonomi masyarakat.

Jokowi mengatakan, kebijakan tersebut memperhitungkan kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi politik, serta pengalaman dari negara lain.

Baca juga: Rekor Kasus Baru Covid-19, Anggota DPR: Bukti PPKM Mikro Gagal

Kendati demikian, kebijakan Jokowi itu dinilai tidak akan efektif dalam menekan lonjakan kasus.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM dan inisiator Sambatan Jogja (Sonjo), Rimawan Pradiptyo berpandangan, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang lebih tegas yakni PSBB atau lockdown

Ia menegaskan, pemerintah harus segera menarik rem darurat untuk menghindari korban yang lebih banyak.

“Sekarang saatnya pemerintah menarik rem darurat untuk menghindarkan Indonesia dari tragedi kemanusiaan,” kata Rimawan, dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2021).

Rimawan mengingatkan, jangan sampai penanganan Covid-19 melupakan aspek kemanusiaan sehingga menimbulkan kejadian seperti di India.

Ia menyayangkan masih munculnya perdebatan soal sektor mana yang harus diprioritaskan, kesehatan atau ekonomi. Padahal, pandemi ini telah berlangsung selama 16 bulan.

“Meski para ekonom menggaungkan bahwa kesehatan adalah panglima di masa pandemi, ironisnya kelompok lain cenderung mementingkan ekonomi dibandingkan kesehatan,” ucap dia.

Baca juga: Pertimbangan Jokowi Pilih PPKM Mikro di Tengah Lonjakan Kasus Covid-19

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com