Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Belum Berikan Draf RUU KUHP Versi Terakhir ke Publik karena Pertimbangan Politis

Kompas.com - 22/06/2021, 11:51 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Edward Omar Syarief Hiariej mengatakan, pemerintah masih belum memberikan draf terakhir dari revisi undang-undang Kitab Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada koalisi masyarakat sipil.

Pria yang akrab disapa Eddy ini mengatakan, hal tersebut bukan dilakukan karena alasan akademik, melainkan karena sejumlah pertimbangan politis.

“Saya mau menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada seluruh rekan-rekan, karena sosialisasi yang dilakukan di 12 kota memang kita tidak pernah menyerahkan draf terakhir,” kata Eddy dalam acara virtual Penyerahan Prosiding Konsultasi Nasional Pembaruan RUU KUHP 2021, Selasa (22/6/2021).

“Kenapa kita tidak pernah menyerahkan draf terakhir? Karena ini lebih pada alasan politis dan bukan alasan akademik,” imbuh dia.

Eddy menjelaskan, setelah Presiden Joko Widodo menyurati DPR RI untuk menarik RUU KUHP yang menimbulkan kontroversi di tahun 2019, pihaknya terus melakukan perbaikan.

Baca juga: Yasonna: KUHP Warisan Kolonial Banyak Menyimpang dari Asas Hukum Pidana Umum

Ia menekankan, perubahan terhadap RUU KUHP versi tahun 2019 dilakukan oleh tim internal Kementerian Hukum dan HAM dengan mempertimbangkan masukan dari masyarakat.

“Dalam setahun selama pandemi Covid-19, tahun 2020 sebetulnya tim internal pemerintah, terutama para ahli telah melakukan perubahan-perubahan,” ungkap dia.

Lebih lanjut, Eddy menegaskan, ada pasal yang dikeluarkan, direformulasi ulang, serta dipertahankan.

Kendati demikan, ia mengungkapkan, pemerintah belum bisa menyerahkan draf RUU KUHP terbaru karena draf tersebut juga belum diberikan kepada DPR RI.

“Karena kita belum menyerahkan perubahan terakhir versi pemeritah itu kepada DPR. Jadi kalau itu disosialisasi kan ini alasan politik kita dianggap melanggar tata tertib DPR, karena seharusnya setiap rancangan yang dikonsultasikan ke publik itu mendapat persetujuan DPR,” ujar dia.

Polemik mengenai RKUHP kembali ramai setelah Kementerian Hukum dan HAM masih melakukan sosialisasi terhadap draf lama RKUHP, yang sebelumnya batal disahkan karena menuai kontroversi pada 2019.

Baca juga: Wamenkumham Sebut RUU KUHP sebagai Upaya Pemerintah Susun Sistem Rekodifikasi

Draf yang beredar di masyarakat saat ini merupakan draf lama yang disepakati pemerintah dan DPR pada September 2019, tetapi batal disahkan.

Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Tubagus Erif. Ia menyebut pemerintah telah melakukan penyempurnaan atas draf tersebut, tetapi hingga kini belum juga disepakati di DPR.

"Secara resmi kesepakatan bersama DPR-pemerintah dapat dikatakan belum ada," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com