JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menilai, masyarakat tidak ingin kembali ke masa lalu ketika masa jabatan presiden lebih dari dua periode.
Ia pun setuju dengan hasil survei yang disampaikan Saiful Murjani Research and Consulting (SMRC) yang menyebut bahwa 72 persen responden setuju bahwa jabatan presiden hanya dua periode.
"Survei ini menegaskan bahwa masyarakat Indonesia ini, they dont want to looking back. Mereka tidak mau lihat ke belakang. Mereka mau moving forward, terus maju ke depan," kata Doli dalam diskusi virtual konferensi pers SMRC: Sikap Publik Indonesia terhadap Amandemen UUD 1945, Minggu (20/6/2021).
Adapun pernyataan bahwa masyarakat tak ingin kembali ke belakang itu ia sampaikan dalam konteks demokrasi prosedural.
Ia mengungkapkan, demokrasi prosedural adalah segala urusan terkait kelembagaan hingga masa jabatan presiden.
Diketahui, sebelum reformasi, masa jabatan presiden bisa lebih dari dua periode. Selain itu pemilihan presiden juga dilakukan oleh MPR.
Baca juga: Wacana Pengusungan Masa Jabatan Presiden Tiga Periode Dinilai Inkonstitusional
"Jadi, ke belakang yang saya maksud itu adalah untuk urusan-urusan secara prosedural dalam konteks demokrasi. Ya sudah lah, kita tidak usah lagi balik ke sana," ujarnya.
Lebih lanjut, Ketua Komisi II DPR ini juga menilai bahwa pendapat masyarakat sudah sejalan dengan sikap pemerintahan saat ini.
Ia pun mengambil contoh bagaimana Presiden Joko Widodo dengan tegas menyampaikan taat pada konstitusi dan tak berminat pada penambahan masa jabatan itu.
"Pemerintah sekarang ini, termasuk Pak Presiden, khusus dalam konteks bicara tentang masa jabatan tiga periode, sama pandangannya dengan hasil survei yang kita lihat pada siang hari ini," terangnya.
Diketahui, wacana masa jabatan presiden tiga periode kembali mengemuka setelah munculnya komunitas pengusung Joko Widodo-Prabowo (Jok-Pro) 2024.
Namun, munculnya wacana itu tak terlihat dalam hasil survei terkini SMRC pada Minggu (20/6/2021).
Pada rilis survei mengungkapkan bahwa 74 persen responden sepakat, masa jabatan presiden hanya dua periode.
Mayoritas warga yang menjadi responden survei menyatakan, aturan soal masa jabatan presiden dalam UUD 1945 tidak perlu diubah.
Baca juga: Tolak Masa Jabatan Presiden Tiga Periode, PDI-P: Konstitusi Kita Mau Dipermainkan
"Sebanyak 74 persen menyatakan masa jabatan presiden hanya dua kali harus dipertahankan. Hanya 13 persen menyatakan harus diubah," kata Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando dalam konferensi pers secara daring, Minggu (20/6/2021).
Survei ini juga menunjukkan, mayoritas masyarakat setuju bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah rumusan terbaik bagi Indonesia.
Ade mengatakan, sebanyak 68,2 responden memandang UUD 1945 dan Pancasila adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diganti dengan alasan apa pun.
Kemudian, 15,2 persen mengatakan setuju Pancasila dan UUD 1945 paling pas dengan kehidupan Indonesia yang lebih baik, meskipun buatan manusia dan mungkin ada kekurangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.