Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Nilai Pengetatan PPKM Mikro Tidak Mempan Antisipasi Meningkatnya Covid-19

Kompas.com - 21/06/2021, 16:05 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comEpidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono menilai pengetatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro tidak mempan untuk menangani lonjakan kasus Covid-19.

Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan kasus harian Covid-19 di Indonesia kian meningkat.

“Semuanya masih imbauan, itu menurut saya tidak mempan,” kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).

Menurut dia, sistem sosial distancing berupa imbauan melalui pengetatan PPKM mikro yang diterapkan saat ini masih masuk dalam katagori yang ringan.

Seharusnya, pemerintah membuat peraturan berserta sanksi yang tegas dalam rangka penerapan sosial distancing di masyarakat.

Sebab, menurut Tri, saat ini masyarakat sudah banyak yang tidak disiplin protokol kesehatan.

Tri menyebut, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pemerintah merupakan penanggung jawab dalam suatu negara apabila terjadi suatu wabah penyakit.

Baca juga: Kapolri: Tempat Langgar Waktu Operasional PPKM Mikro Akan Ditutup

Oleh karena itu, pemerintah diminta membuat peraturan yang tegas dalam rangka menghentikan laju penyebaran Covid-19.

“Tanggung jawabnya seperti apa? Kalau rakyatnya nggak bisa diimbau, ya dibuat peraturannya,” tutur dia.

Lebih lanjut, Tri menyoroti sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan. Ia menilai, sanksi dalam peraturan daerah untuk pelanggar protokol kesehatan masih kecil.

Ia menyarankan sebaiknya adanya aturan pemerintah terkait sanksi berat yang memberi efek jera kepada masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan.

“Dari 34 provinsi, kemudian itu juga perdanya masih tumpul. Dendanya masih kecil. Kalau di Singapura aja dendanya 3.000.000, kalau di Malaysia dendanya 2.000.000. Jadi di kita becanda banget, dendanya 250 (ribu), dendanya 150 (ribu), ya Allah, bagaiamana masyarakat mau patuh,” ungkap Tri.

Selain itu, Tri juga menyarankan seharusnya perkantoran membuat surat tugas kepada para pekerjanya yang harus bekerja dari kantor.

Baca juga: Kasus Covid-19 Meningkat, Pengusaha Pasrah Pemerintah Perketat PPKM Hingga Lockdown


Ia menilai setiap masyarakat di Indonesia yang terpaksa bekerja ke kantor harus membawa surat tugas resmi.

“Karena sosial distancing ini masih ringan. Yang harus dilakukan adalah naikkan ke sedang. Semua yang pergi bekerja harus pakai surat tugas, mau yang jaga toko kek, mau sektor formal atau informal harus pake surat tugas,” kata dia.

"Ya kalau level sedang itu pakai surat tugas ya. Kalau beratnya lockdown. Begitu, namanya sosial distancing," imbuh Tri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com