Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Nilai Penyusunan Draf RKUHP Tidak Transparan dan Mandek

Kompas.com - 10/06/2021, 14:13 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Fatia Maulidiyanti, menilai proses penyusunan draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak transparan dan mandek.

Sebab, menurut Fatia, masyarakat tidak mengetahui apakah ada proses penyusunan atau drafting RKUHP selain draf RKUHP edisi September 2019.

"Jadi sebenarnya prosesnya juga selain tidak transparan, tapi mandek, dan kita enggak tahu sampai hari ini apakah sebenarnya ada proses drafting yang lain," kata Fatia dalam diskusi virtual, Kamis (10/6/2021).

Baca juga: Draf RKUHP yang Sarat Kritik dari Publik dan Mendadak Diajukan Pemerintah ke DPR

Fatia pun mengatakan, hingga saat ini, pihaknya hanya menerima draf RKUHP edisi September 2019.

Ia pun berpandangan, hal itu merupakan indikator tidak adanya keterbukaan kepada publik terkait penyusunan RKUHP.

"Dan kami cuma dikasih yang namanya draf dari September 2019 sehingga sebenarnya menunjukkan bahwa adanya proses tidak transparan, sehingga tidak ada keterbukaan terhadap publik," ujar dia.

Oleh karena itu, Fatia pun mengajak seluruh elemen masyarakat mengawal proses penyusunan dan pengesahan draf RKUHP.

Baca juga: Pemerintah Segera Usulkan RKUHP Masuk Prolegnas Prioritas 2021

Ia tidak ingin, pembahasan dan pengesahan RKUHP nantinya akan seperti proses penyusunan dan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai tertutup.

"Jadi kita harus benar-benar mengawal soal pembentukan ataupun pengesahan RKUHP ini. Jangan sampai pada akhirnya kecolongan seperti omninbus law," ujarnya.

Sebelumnya, beredar draf RKUHP yang masih berisikan sejumlah pasal kontroversi.

Namun ternyata, hingga saat ini pemerintah dan DPR belum kembali membahas rencana RKUHP setelah batal disahkan pada September 2019 lalu akibat masifnya penolakan publik.

Baca juga: Sosialisasikan Draf RKUHP ke 11 Daerah, Yasonna Klaim Dapat Respons Positif

Kepala Bagian Humas Kemenkumham Tubagus Erif mengatakan, draf RKUHP tersebut merupakan draf yang disepakati oleh pemerintah dan DPR pada September 2019 yang akhirnya batal disahkan akibat masifnya penolakan masyarakat.

"Itu draf kesepakatan tahun 2019 yang batal disahkan," kata Tubagus Erif, saat dihubungi, Senin (7/6/2021).

Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyebutkan, draf yang beredar di masyarakat tidak dapat dikatakan sebagai draf baru karena draf tersebut belum diajukan oleh pemerintah ke DPR.

"Yang namanya draf baru itu nanti kalau Pemerintah sudah resmi mau ajukan ke DPR. Nah yang diajukan itu bisa disebut RKUHP baru. Sekali lagi, yang ada dan beredar itu tidak bisa disebut draf baru RKUHP," kata Arsul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com