Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Betulkah Ada Operasi Senyap di Balik TWK KPK?

Kompas.com - 31/05/2021, 06:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PUTUSAN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memberhentikan 51 pegawainya menyusul tes wawasan kebangsaan (TWK) yang kontroversial dianggap sebagai pembangkangan.

Disebut pembangkangan karena keputusan itu dinilai tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi dan seruan Presiden Joko Widodo.

Dalam putusan uji materi UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, pada bagian pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Enny Nurbainingsih, Selasa (4/5/2021), MK menyatakan, peralihan status Aparatur Sipil Negara (ASN) terhadap pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Sementara, Presiden Jokowi menyatakan, TWK tidak serta merta memberhentikan pegawai yang tidak lulus.

KPK sudah bulat memutuskan. Dalam pernyataan bersama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) disebutkan, 51 pegawai dari 75 yang diumumkan tak lolos akan diberhentikan. Alasannya, ke-51 pegawai tersebut tidak lolos uji pada materi utama yaitu PUNP alias Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah.

Sementara, 24 pegawai dianggap masih bisa “diselamatkan”. Mereka akan dibina lebih lanjut.

Apakah ada persekongkolan jahat di balik TWK KPK?

"Ini pasti bukan kerja pimpinan atau lebih spesifik bukan kerja individu Firli Bahuri (Ketua KPK) semata. Pasti ada pola yang terjadi. Ada persekongkolan jahat di balik tes wawasan kebangsaan," ungkap peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu pekan lalu (26/5/2021).

Tim program AIMAN Kompas TV mencoba mencari tahu siapa yang berada di balik pemberhentian 51 pegawai yang dianggap tak bisa dibina.

Macan antikorupsi tersingkir?

Ke-51 orang yang tersingkir itu disebut-sebut sebagai macan antikorupsi di KPK. Mereka menangani sejumlah kasus besar. Semuanya adalah penyelidik dan penyidik senior maupun pengawas Internal yang melakukan sidang etik di internal KPK.

Tersebutlah sejumlah nama.

Praswad Nugraha dan Andre Nainggolan. Masing-masing adalah penyidik dan Kepala Satuan Tugas Penyidik. Keduanya menangani kasus korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari didakwa terima suap Rp 32 miliar terkait bantuan sosial Covid-19.

Ada empat orang lagi. Mereka menangani kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy didakwa terima suap lebih dari Rp 25 miliar terkait izin ekspor benih lobster.

Mereka adalah Kepala Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dan tiga Kepala Satuan Tugas Penyidik KPK yaitu Rizka Anungnata, Novel Baswedan, dan Ambarita Damanik.

Penyidik KPK Ronald Paul juga termasuk dalam daftar 75 yang gagal TWK. Ronald saat ini sedang menangani kasus eks Caleg PDI-P yang kini masih buron, Harun Masiku.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com