Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Malaadministrasi Pimpinan KPK dalam Proses Tes Wawasan Kebangsaan

Kompas.com - 20/05/2021, 05:54 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mereda. Status 75 pegawai yang tidak lolos atau tak memenuhi syarat dalam tes masih dibebastugaskan.

Sementara, Presiden Joko Widodo telah bersikap dan menyatakan TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai. Pimpinan KPK juga belum mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 terkait pembebasan tugas 75 pegawai.

Kini, pimpinan KPK dilaporkan ke Ombudsman atas dugaan malaadministrasi terkait proses TWK.

Baca juga: 5 Pimpinan KPK Dilaporkan ke Ombudsman, Diduga Ada Malaadministrasi Proses TWK

Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi KPK Sujanarko, mewakili 75 pegawai, menyebut pelaksanaan TWK bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Selain itu, pelibatan lembaga lain dalam TWK dianggap tak sesuai ketentuan.

Kemudian, Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tidak merinci metode pengujian TWK sehingga dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum, hak asasi manusia (HAM) dan kepastian hukum.

"Pimpinan KPK menambahkan metode alih status pegawai KPK bukan hanya melalui pengangkatan, tetapi juga melalui pengujian," kata Sujanarko, di Kantor Ombudsman RI, Rabu (19/5/2021), dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Kejanggalan Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK yang Jadi Sorotan...

Selanjutnya, menurut Sujanarko, pimpinan KPK telah melampaui batas kewenangan karena menambahkan konsekuensi dari TWK.

Ia meminta Ombudsman memeriksa semua pimpinan KPK terkait kebijakan TWK. Sujanarko juga meminta Ombudsman mengeluarkan laporan akhir hasil pemeriksaan yang menyatakan Firli Bahuri dan Komisioner KPK lainnya melakukan malaadministrasi.

Bertentangan dengan makna alih status

TWK merupakan mekanisme yang diterapkan Pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kendati demikian, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto menilai TWK tidak sesuai makna alih status pegawai.

"Ini tentu bertolak belakang dengan pemaknaan alih status, melainkan sudah masuk pada ranah pemberhentian oleh pimpinan KPK," ujar Sigit, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (16/5/2021).

Baca juga: Guru Besar FH UGM Sebut Ada Pertentangan Hukum dalam TWK Pegawai KPK

Sebab, kata Sigit, para pegawai yang dibebastugaskan tidak lagi bekerja. Ia juga menilai ada pertentangan hukum dalam proses pelaksanaan TWK.

Sebab tes itu tidak diatur dalam UU KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat alih status.

Ia berpandangan, pimpinan KPK mengabaikan aturan itu dengan memasukkan konsep TWK pada Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021.

"Tidak hanya itu substansi TWK juga memunculkan kecurigaan kami, khususnya dalam konteks pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat menjalani wawancara," imbuhnya.

Patuhi pernyataan Presiden

Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang meminta pimpinan KPK segera mematuhi arahan Presiden Jokowi terkait TWK.

"Perintah Presiden Jokowi itu legal basisnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang judicial review UU Nomor 19 Tahun 2019 yang final dan binding (mengikat), harus dijalankan," ucap Saut.

Baca juga: Polemik 75 Pegawai KPK, Saut Situmorang: Perintah Jokowi Legal, Harus Dijalankan

Adapun dalam pertimbangan putusan uji materi UU KPK, MK menegaskan alih fungsi status kepegawaian tidak boleh mengurangi hak pegawai KPK.

MK juga meminta agar semua pegawai dianggap menjadi ASN tanpa alasan. Sebab pegawai KPK dianggap telah mendedikasikan dirinya pada upaya pemberantasan tindak korupsi.

Selain itu, Saut berharap pimpinan segera mencabut SK pembebasan tugas dan meminta maaf kepada seluruh pegawai.

"Jangan lama-lama buat surat (pencabutan), tinggal perintahkan staf, acc pimpinan, edarkan, perintahkan mereka staf segera kembali ke tempat dan bekerja," kata Saut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com