JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada upaya peretasan dalam kegiatan konferensi pers virtual yang mereka adakan hari ini, Senin (17/5/2021).
Dalam konferensi pers tersebut, delapan mantan pemimpin KPK menjadi pembicara guna menyikapi permasalahan pemberhentian 75 pegawai KPK akibat gagal melewati Tes Wawasan Kebangsaan.
Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan, konferensi pers dilakukan menggunakan media Zoom (khusus untuk narasumber dan panitia) dan ditayangkan melalui kanal YouTube Sahabat ICW.
"Sepanjang jalannya konferensi pers, setidaknya ada sembilan pola peretasan. Pertama, menggunakan nama pembicara untuk masuk ke media Zoom. Kedua, menggunakan nama staf ICW untuk masuk ke media Zoom," jelas Wana dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Baca juga: Viral Modus Peretasan Melalui DM Instagram, Ini Penjelasan Pakar IT
Pola peretasan yang ketiga, lanjut Wana, adalah menggunakan foto dan video porno dalam ruangan Zoom.
Kemudian yang keempat, menurut Wana, adalah mematikan mikrofon dan video para pembicara.
"Kelima, membajak akun ojek online Nisa Rizkiah puluhan kali untuk mengganggu konsentrasinya sebagai moderator acara," ungkap Wana.
Upaya peretasan tak berhenti di situ, Wana menuturkan, pola yang keenam adalah mengambil alih nomor WhatsApp delapan pegawai ICW.
Pada pola ketujuh, para pegawai ICW yang nomornya sempat diretas mendapatkan panggilan telepon dari nomor Amerika Serikat dan nomor provider Telkomsel.
"Kedelapan, peretas mencoba mengambil alih akun Telegram dan e-mail beberapa staf ICW. Namun, upaya tersebut gagal," kata Wana.
Terakhir, peretasan dilakukan dengan membuat tautan yang dibagikan oleh mantan Ketua KPK Abraham Samad tidak bisa dibuka.
Wana menceritakan bahwa upaya peretasan tidak hanya terjadi kali ini.
"Upaya pembajakan ini bukan kali pertama terjadi pada aktivis masyarakat sipil. Sebelumnya, pada kontroversi proses pemilihan pimpinan KPK, revisi UU KPK Tahun 2019, UU Minerba, UU Cipta Kerja praktik ini pernah terjadi," terangnya.
Wana mengatakan bahwa upaya peretasan dilakukan oleh pihak-pihak yang tak setuju pada upaya penguatan pemberantasan korupsi.
Peretasan ini, sambung Wana, merupakan wujud pembungkaman baru suara kritis masyarakat.
"Maka dari itu, kami mengecam segala tindakan itu dan mendesak agar penegak hukum menelusuri serta menindak pihak yang ingin berusaha untuk membatasi suara kritis warga negara," imbuh dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.