Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lakpesdam PBNU Nilai Soal-Soal TWK Pegawai KPK Ngawur dan Tidak Profesional

Kompas.com - 09/05/2021, 15:32 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Lapesdam PBNU Rumadi Ahmad menilai, sejumlah soal yang muncul di dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diikuti oleh pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak profesional dan mengarah kepada ranah personal.

Pasalnya, di dalam proses TWK itu, muncul sejumlah pertanyaan seperti terkait dengan pilihan kenapa belum menikah, apakah melaksanakan Sholat Qunut, hingga tanggapan tentang penikahan beda agama.

“Pertanyaan-pertanyaan wawancara tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional dan mengarah kepada personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945,” jelas Rumadi dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas.com, Minggu (9/5/2021).

Rumadi menduga materi pertanyaan TWK digunakan untuk mengincar para pegawai KPK yang diwawancarai.

Baca juga: Muhammadiyah Sayangkan Ada Pertanyaan Bersedia Lepas Jilbab dalam Tes Wawasan Kebangsaan KPK

“Mencermati cerita-cerita dari pegawai KPK yang diwawancarai terkait cara, materi dan durasi waktu wawancara yang berbeda-beda tampak terdapat unsur kesengajaan untuk menargetkan pegawai KPK yang diwawancarai,” sambung dia.

Pada aspek inilah, Rumadi menyebut bahwa TWK lebih mirip dengan penelitian khusus yang dilakukan pada era Orde Baru.

“Di sinilah, wawancara TWK tampak sebagai screening atau litsus zaman Orde Baru atau mihnah pada masa khalifah abbasiyah, yakni ujian keyakinan yang ditujukan kepada para ulama, ahli hadis, dan ahli hukum sehubungan dengan permasalahan kemakhlukan al-Quran,” paparnya.

TWK akhirnya, lanjut Rumadi, digunakan untuk menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang berseberangan dengan penguasa dan mengancam banyak pihak yang terlibat korupsi.

“Jika ini terjadi, maka ini adalah ancaman yang sangat serius terhadap pelemahan dan pelumpuhan KPK yang justru dilakukan oleh pihak internal KPK dan Pemerintah sendiri,” katanya.

Lebih lanjut, Rumadi mengatakan bahwa pelaksanaan TWK sebenarnya bisa dipahami untuk mencari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang nasionalis dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.

Baca juga: Lakpesdam PBNU Nilai Tes Wawasan Kebangsaan Sengaja untuk Melemahkan KPK

Namun, jika sejumlah pertanyaannya justru mengarah pada aspek-aspek seksis dan diskriminatif maka ia meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komnas Perempuan untuk mendalami temuan tersebut.

“Meminta kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk mengusut dugaan pelanggaran hak-hak pribadi, pelecehan seksual, rasisme, dan pelanggaran yang lain yang dilakukan pewawancara kepada pegawai KPK yang diwawancarai,” ungkap Rumadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com