JAKARTA, KOMPAS.com - Plt Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara (BKN) Paryono menyebutkan, antiradikalisme menjadi salah satu aspek yang diukur tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain antiradikalisme, terdapat dua aspek lain yang menjadi tolak ukur, yakni integritas dan netralitas aparatur sipil negara (ASN).
"Dalam melakukan asesmen tes wawasan kebangsaan ini, yang diukur mencakup tiga aspek, yaitu integritas, netralitas ASN, dan antiradikalisme," ujar Paryono dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/5/2021).
Baca juga: BKN: Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Berbeda dengan TWK CPNS
Ia menjelaskan, aspek integritas dalam tes tersebut untuk mengukur konsistensi dalam berperilaku yang selaras dengan nilai, norma, dan etika organisasi, berbangsa, dan bernegara.
Sementara itu, aspek netralitas ASN bertujuan untuk memastikan tindakan yang dilakukan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak kepada kepentingan siapa pun.
Kemudian, antiradikalisme dimaksudkan untuk memastikan bahwa peserta tidak menganut paham radikalisme negatif, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah, serta tidak memiliki prinsip liberalisme yang membahayakan kelangsungan kehidupan bernegara.
Baca juga: Abraham Samad Duga TWK Bertujuan Singkirkan 75 Pegawai KPK
Menurut Paryono, masuknya ketiga aspek tersebut dalam tes sudah sesuai aturan.
"Ketiga aspek yang diukur ini merupakan sebagian dari landasan prinsip profesi ASN atau syarat seperti yang diuraikan dalam Pasal 3, 4 dan 5, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 3 PP Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN," imbuh Paryono.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah mengumumkan ada 75 pegawainya yang tidak lolos TWK.
Proses TWK terhadap pegawai KPK menjadi sorotan lantaran pertanyaan dalam tes dianggap aneh oleh sejumlah pihak.
Baca juga: Sebut Seleksi KPK Ketat, Johan Budi Kaget Kasatgas hingga Eselon I Tak Lolos TWK
Salah satu keanehan itu terletak pada pertanyaan-pertanyaan yang tidak sesuai dengan kepentingan kebangsaan.
Pertanyaan itu misalnya terkait doa Qunut atau sikap terkait LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Sejumlah pihak pun memberikan kritik serta menilai upaya tes tersebut merupakan langkah untuk menyingkirkan 75 pegawai di KPK itu.
“Apakah skenario ini memang ditujukan untuk menyingkirkan 75 orang ini. Tes wawasan kebangsaan ini jangan-jangan memang bertujuan menyingkirkan teman-teman yang 75 orang ini,” ujar Mantan Ketua KPK Abraham Samad dalam diskusi virtual Polemik MNC Trijaya bertajuk "Dramaturgi KPK", Sabtu (8/5/2021).
Baca juga: Giri Supradiono Heran Tak Lolos TWK KPK padahal Pernah Raih Makarti Bhakti Nigari Award
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono juga menduga, 75 orang yang tidak lolos TWK tidak diinginkan di lembaga antirasuah itu.
Menurut Giri, hasil TWK sebetulnya tidak terlalu signifikan untuk bisa jadi ukuran layak atau tidaknya seseorang untuk tetap berada di KPK.
“Jadi saya berkeyakinan bahwa hasil tes itu sebenarnya tidak signifikan, tapi kemungkinan kami-kami ini tidak diinginkan untuk melanjutkan pemberantasan korupsi di Republik ini,” ujar Giri dalam diskusi yang sama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.