Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar: Apa Masih Bisa Berharap pada Presiden Terbitkan Perppu KPK?

Kompas.com - 05/05/2021, 12:43 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebut tidak berharap lagi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Bivitri menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga permohonan uji materi dan uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Bivitri menjelaskan sebenarnya harapan penguatan KPK bisa ditempuh dengan mendorong Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Namun dirinya pesimis Jokowi mau melakukan hal itu.

"Tentu saja secara teknis hukum Perppu bisa dikeluarkan. Tapi pertanyaannya apa masih bisa berharap pada Presiden?" sebut Bivitri pada Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

Menurut Bivitri saat ini pembuatan Perppu dan UU baru untuk memperkuat KPK bukanlah harapan yang realistis.

Baca juga: Hormati Putusan MK, Dewas KPK Tak Lagi Terbitkan Izin Penyadapan, Penggeledahan, dan Penyitaan

"Menurut saya kita sudah tidak bisa menaruh harapan apapun pada Jokowi. Jadi Perppu ataupun membuat UU baru tidak menjadi harapan saya karena tidak realistis. Hanya bisa secara teoritis," lanjutnya.

Terkait dengan KPK, Bivitri saat ini menyebut ingin fokus pada para pegawai KPK yang diisukan tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ia menuturkan, para pegawai tersebut mesti dibantu karena merupakan tulang punggung KPK dari masa ke masa.

"Sebab mereka itu adalah bagian dari tulang punggung KPK yang membuat KPK kuat dari awal meski berganti pimpinan, bahkan saat UU-nya direvisi masih bisa mendorong dari bawah sampai ada penangkapan 2 Menteri Jokowi. Jadi ke situ saja arah harapannya," imbuhnya.

Sebagai informasi MK menolak tiga permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Sitomorang.

Putusan itu dibacakan ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Tjahjo Kumolo Tegaskan Kemenpan RB dan BKN Tak Terlibat Bikin Soal TWK Pegawai KPK

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai RUU KPK sudah sesuai dengan ketentuan dengan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak lama.

Kemudian Mahkamah juga menyatakan membantah jika masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan revisi UU KPK.

Mahkamah juga menilai penolakan revisi UU KPK dari masyarakat merupakan kebebasan menyatakan pendapat.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan dalil naskah akademik fiktif dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.

Terkait Presiden Jokowi yang tidak menandatangani UU KPK hasil revisi, Saldi menyebut hal itu bukan merupakan tolak ukur pelanggaran formil.

Karena meski tidak ditandangani Presiden, UU KPK tetap berlaku dengan sendirinya apabila dalam waktu 30 hari tidak ditandatangani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com