Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Pertanyakan Jaminan Prosedur Pengujian Vaksin Nusantara

Kompas.com - 14/04/2021, 17:15 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertanyakan jaminan prosedur pengujian vaksin nusantara yang dikembangkan tim bentukan mantan Menteri Kesehatan Terawan Adi Putranto.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Daeng M Faqih mengatakan, pihaknya mengkhawatirkan keamanan vaksin tersebut karena sudah mulai uji klinis tahap kedua, meski belum lolos uji klinis tahap pertama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

“Prosedur itu harus kita pegang karena kalau kita tidak komitmen maka jaminan bahwa (prosedur pengujian) ini dilakukan dengan baik, ke mana lagi kita meminta itu,” kata Daeng dikutip dari situs Kompas TV, Rabu (14/4/2021).

Menurut dia, setiap penelitian dan pengembangan obat maupun vaksin harus diawasi dan dinilai oleh otoritas yang berwenang, dalam hal ini adalah BPOM.

Baca juga: Epidemiolog: Harusnya Vaksin Nusantara Tak Dilanjutkan ke Uji Klinis Fase II

BPOM, kata dia, sudah sangat ahli dan telah meneliti obat dan vaksin Covid-19 berdasarkan standar internasional yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Karena BPOM sudah meminta agar uji klinis vaksin nusantara tidak dilanjutkan dulu setelah pengujian tahap pertama, maka seharusnya tidak boleh ada uji klinis tahap kedua," kata dia.

Ia pun menyarankan agar peneliti vaksin nusantara memperbarui uji klinis fase pertama.

Oleh karena itu, kata dia, jika fase pertama saja belum dikatakan baik, maka seharusnya mereka tidak melangkah dulu ke tahap selanjutnya.

Adapun vaksin nusantara digagas melalui Badan Litbang Kesehatan dan PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) menandatangani yang bekerjasama uji klinik vaksin sel dendritik SARS-CoV-2 di Kantor Gedung Kementerian Kesehatan pada 22 Oktober 2020.

Baca juga: Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilanjutkan Tanpa Persetujuan BPOM

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Terawan Agus Putranto yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Kesehatan.

Namun hingga saat ini BPOM menilai, vaksin nusantara belum layak mendapatkan izin uji klinis fase II.

Menurut Kepala BPOM Penny Lukito, keganjilan pertama adalah karena sejumlah syarat belum dipenuhi oleh vaksin nusantara.

Adapun syarat yang belum terpenuhi itu di antaranya cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).

Baca juga: Vaksin Nusantara Belum Diuji pada Hewan, Ahli Sebut Tak Wajar Diuji Langsung ke DPR

Salah satu syarat yaitu proof of concept dari vaksin tersebut, kata Penny, juga belum terpenuhi.

Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.

Bahkan pada Maret lalu Penny mengatakan bahwa penelitian vaksin tersebut tidak sesuai kaidah medis.

Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan lokasi penelitian dengan pihak sebelumnya yang mengajukan diri sebagai komite etik.

"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini. Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Penny dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com