Alasan BPOM
Kepala BPOM Penny Lukito telah mengungkap alasan belum mengeluarkan izin PPUK uji klinis fase kedua. Menurut Penny, BPOM menemukan kejanggalan dalam uji klinis fase I vaksin Nusantara.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Kamis (8/4/2021), Penny mengatakan, vaksin Nusantara tidak memenuhi good manufacture practice (GMP), karena tidak dilakukan validasi dan standardisasi sehingga alat ukurnya tidak terkalibrasi.
Baca juga: Alasan DPR Mau Disuntik Vaksin Nusantara yang Belum Lolos Uji Klinis BPOM
Kemudian, konsep vaksin dari sel dendritik juga tidak memenuhi GMP karena dilakukan di tempat terbuka. Padahal, vaksin Covid-19 harus steril karena akan disuntikkan ke tubuh manusia.
"Artinya harus ada validasi yang membuktikan produk tersebut sebelum dimasukkan lagi ke subjek, itu steril dan tidak terkontaminasi itu yang ada beberapa tahapan yang tidak dipenuhi," kata Penny.
Selain itu, Penny menyebut tim peneliti vaksin Nusantara tidak mampu menjelaskan konsep dari vaksin tersebut, apakah seperti terapi atau pelaksanaan vaksinasi pada umumnya.
"Konsepnya sendiri belum valid, data-datanya juga masih belum lengkap untuk bisa menjelaskan konsep dari vaksin yang disebut dengan vaksin nusantara ini," ujarnya.
Jadi relawan
Kendati belum mengantongi izin dari BPOM, uji klinis fase II vaksin Nusantara tetap dilanjutkan. Sejumlah anggota Komisi IX DPR dijadwalkan menjadi relawan uji klinis pada Rabu (14/4/2021).
"Bukan hanya sekedar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).
Baca juga: Terkait Vaksin Nusantara, BPOM: Kriteria Vaksin Karya Anak Bangsa Harus Dipertegas
Melki mengeklaim, peneliti vaksin Nusantara telah menyesuaikan pengembangan vaksin dengan rekomendasi dari BPOM meski belum memperoleh izin untuk uji klinis faase II.
Melki juga menilai tidak ada permasalahan yang muncul terkait adanya komponen vaksin Nusantara yang tidak berkualitas untuk masuk ke tubuh manusia sebagaimana temuan BPOM.
"Kan sudah ada yang tes dan tidak bermasalah, sudah pra klinis tahap satu tidak ada yang bermasalah. Jadi kalau sekarang kita mengatakan ini berbahaya kan enggak ada itu," ucapnya.
Lebih lanjut, Melki mempertanyakan dukungan BPOM terhadap pengembangan vaksin dalam negeri. Padahal, menurut dia, vaksin Nusantara memiliki potensi untuk digunakan.
"Ini harus dilihat sebagai penemuan bagus dan potensial di dukung, jadi vaksin yang bukan hanya bagi Indonesia tapi dunia. Kelas vaksin Nusantara ini kelas dunia, dia ada dampaknya nanti," kata dia.
Baca juga: BPOM Ungkap Tim Peneliti Vaksin Nusantara Didominasi Asing dan Terdapat Komponen Impor
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai wajar apabila anggota DPR ingin menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara.
Namun, ia mewanti-wanti agar keterlibatan anggota dewan itu jangan sampai mempolitisasi vaksin Nusantara sehingga objektivitasnya dipertanyakan.
"Jangan sampai tindakan DPR menjadi sampel vaksin Nusantara menjadi bentuk intervensi kepada BPPOM yang sejauh ini masih menilai vaksin belum layak dipakai berdasarkan pertimbangan ilmiah kesehatan," kata Lucius.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.