Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desakan DPR agar Uji Klinis Vaksin Nusantara Dilanjutkan

Kompas.com - 14/04/2021, 09:34 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

Alasan BPOM

Kepala BPOM Penny Lukito telah mengungkap alasan belum mengeluarkan izin PPUK uji klinis fase kedua. Menurut Penny, BPOM menemukan kejanggalan dalam uji klinis fase I vaksin Nusantara.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada Kamis (8/4/2021), Penny mengatakan, vaksin Nusantara tidak memenuhi good manufacture practice (GMP), karena tidak dilakukan validasi dan standardisasi sehingga alat ukurnya tidak terkalibrasi.

Baca juga: Alasan DPR Mau Disuntik Vaksin Nusantara yang Belum Lolos Uji Klinis BPOM

Kemudian, konsep vaksin dari sel dendritik juga tidak memenuhi GMP karena dilakukan di tempat terbuka. Padahal, vaksin Covid-19 harus steril karena akan disuntikkan ke tubuh manusia.

"Artinya harus ada validasi yang membuktikan produk tersebut sebelum dimasukkan lagi ke subjek, itu steril dan tidak terkontaminasi itu yang ada beberapa tahapan yang tidak dipenuhi," kata Penny.

Selain itu, Penny menyebut tim peneliti vaksin Nusantara tidak mampu menjelaskan konsep dari vaksin tersebut, apakah seperti terapi atau pelaksanaan vaksinasi pada umumnya.

"Konsepnya sendiri belum valid, data-datanya juga masih belum lengkap untuk bisa menjelaskan konsep dari vaksin yang disebut dengan vaksin nusantara ini," ujarnya.

Jadi relawan

Kendati belum mengantongi izin dari BPOM, uji klinis fase II vaksin Nusantara tetap dilanjutkan. Sejumlah anggota Komisi IX DPR dijadwalkan menjadi relawan uji klinis pada Rabu (14/4/2021).

"Bukan hanya sekedar jadi relawan ya, orang kan pasti mempunyai keinginan untuk sehat kan. Kalau untuk massal kan nanti prosesnya di BPOM tapi kalau per orang kan bisa menentukan yang diyakini benar untuk dia," kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena saat dihubungi, Selasa (13/4/2021).

Baca juga: Terkait Vaksin Nusantara, BPOM: Kriteria Vaksin Karya Anak Bangsa Harus Dipertegas

Melki mengeklaim, peneliti vaksin Nusantara telah menyesuaikan pengembangan vaksin dengan rekomendasi dari BPOM meski belum memperoleh izin untuk uji klinis faase II.

Melki juga menilai tidak ada permasalahan yang muncul terkait adanya komponen vaksin Nusantara yang tidak berkualitas untuk masuk ke tubuh manusia sebagaimana temuan BPOM.

"Kan sudah ada yang tes dan tidak bermasalah, sudah pra klinis tahap satu tidak ada yang bermasalah. Jadi kalau sekarang kita mengatakan ini berbahaya kan enggak ada itu," ucapnya.

Lebih lanjut, Melki mempertanyakan dukungan BPOM terhadap pengembangan vaksin dalam negeri. Padahal, menurut dia, vaksin Nusantara memiliki potensi untuk digunakan.

"Ini harus dilihat sebagai penemuan bagus dan potensial di dukung, jadi vaksin yang bukan hanya bagi Indonesia tapi dunia. Kelas vaksin Nusantara ini kelas dunia, dia ada dampaknya nanti," kata dia.

Baca juga: BPOM Ungkap Tim Peneliti Vaksin Nusantara Didominasi Asing dan Terdapat Komponen Impor

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai wajar apabila anggota DPR ingin menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara.

Namun, ia mewanti-wanti agar keterlibatan anggota dewan itu jangan sampai mempolitisasi vaksin Nusantara sehingga objektivitasnya dipertanyakan.

"Jangan sampai tindakan DPR menjadi sampel vaksin Nusantara menjadi bentuk intervensi kepada BPPOM yang sejauh ini masih menilai vaksin belum layak dipakai berdasarkan pertimbangan ilmiah kesehatan," kata Lucius.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com