Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Temukan Potensi Malaadministrasi Tata Kelola Benih Lobster

Kompas.com - 09/04/2021, 10:32 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia menemukan empat potensi malaadministrasi dalam tata kelola ekspor benih bening lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Tata kelola tersebut diatur dalam revisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Indonesia.

“Kami, atas permintaan undang-undang, harus monitoring bagaimana pelaksanaan hasil rekomendasi yang kami sarankan,” kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam keterangan tertulis, Kamis (8/4/2021).

Baca juga: Tegaskan Larang Ekspor Benih Lobster, KKP: Hanya Ukuran Konsumsi yang Diizinkan!

Potensi malaadminstrasi yang pertama yakni adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap benih bening lobster serta proses penetapan eksportir dan nelayannya.

Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir benur dan penetapan nelayan penangkap benur.

Ketiga, Ombudsman menemukan tindakan sewenang-wenang dari eksportir benur dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap.

"Keempat, Ombudsman menemukan penyalahgunaan wewenang dari Ditjen Perikanan Tangkap KKP dan eksportir benih lobster atas penetapan harga benur yang menggunakan kriteria harga patokan terendah," kata Yeka.

Baca juga: KKP Minta Polri Awasi Pelaku dan Jalur Kirim Benih Lobster

Terkait temuan itu, Ombudsman menyampaikan dua opsi saran, yakni mencabut atau merevisi Peraturan Menteri KKP nomor 12 tahun 2020.

Kemudian, merancang peraturan baru yang mengatur ekspor benur dalam batas waktu tiga tahun dengan evaluasi per tahun oleh BUMN Perikanan dan mengatur peruntukan sebagian keuntungannya untuk pengembangan budidaya.

Opsi kedua, merevisi peraturan menteri dengan membatasi ekspor hanya untuk lobster hasil budidaya oleh swasta, serta mengkaji dan membentuk sovereign wealth fund (SWF) untuk komoditi hasil laut.

Selain itu, juga memanfaatkan dananya untuk mendanai riset dan pengembangan budidaya lobster dan produk perikanan lainnya.

Baca juga: KPK Diminta Ungkap Aktor Lain di Balik Korupsi Ekspor Benih Lobster

Merespons hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak lagi mengizinkan ekspor benih lobster.

Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP, Rina mengatakan, ekspor lobster hanya diizinkan untuk yang ukuran konsumsi.

Menurut Rina, tidak ada lagi izin ekspor benih lobster berarti memilih satu di antara dua opsi yang disampaikan Ombudsman RI.

"Sehingga yang dipilih adalah opsi kedua, yaitu merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 nomor 2020," tutur Rina.

Baca juga: Pemerintah Diminta Cabut Kebijakan Ekspor Benih Lobster

Rina menyebutkan, BKIPM akan bersiaga mengawal agar tidak ada benih lobster yang keluar secara ilegal.

"Pak Menteri sudah bersurat kepada Bapak Kapolri untuk menjaga agar benih lobster tidak keluar secara ilegal," kata Rina.

"Agar fokus pada budidaya lobster yang menyejahterakan masyarakat kelautan," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com