JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono tak mempermasalahkan pembelajaran tatap muka secara terbatas segera dimulai di sekolah.
Namun, Pandu mengingatkan, pembelajaran tatap muka ini tidak sama seperti pembelajaran tatap muka sebelum masa pandemi Covid-19.
"Konsep pembelajaran tatap mukanya bukan konsep tatap muka zaman dulu harusnya. Jadi, persiapannya harus kompleks, yang saya lihat kurikulumnya belum matang," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/4/2021).
Baca juga: Mendikbud Nadiem: Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Tak Perlu Tunggu Juli 2021
Pandu mengatakan, pembelajaran tatap muka terbatas selama pandemi bisa dilakukan dengan durasi belajar 2-3 jam per minggu.
Selain itu, ruang belajar di sekolah harus memiliki ventilasi yang terbuka. Sebab, ruang tertutup lebih berisiko terjadinya penularan virus corona.
"Kalau mau dibuka silakan tatap muka, tapi 3 jam per minggu enggak usah seharian. Kalau enggak kuat 3 jam, ya 2 jam," kata Pandu.
"Dan kondisi sekolah harus dilihat kebanyakan sekolah modern kan pakai AC, nah itu harus diperbaiki harus ada ventilasi yang terbuka, itu jauh mengurangi risiko," ujarnya.
Baca juga: Mendikbud: Sekolah Tidak Boleh Paksa Anak untuk Ikut Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Pandu juga mengatakan, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) harus berkoordinasi dengan pelayanan kesehatan seperti Puskemas atau Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan testing Covid-19 secara berkala.
"Itu hanya bisa dilakukan Dinkes atau Puskemas yang menaungi sekolah-sekolah di sana. Ini yang belum terlihat integrasi antara UKS dengan sistem pendidikan yang mau dibuka," ucapnya.
Lebih lanjut, Pandu mengatakan, selama pembelajaran tatap muka terbatas, pemerintah daerah (Pemda) dan Kemenkes harus memperkuat survelains, testing dan pelacakan agar apabila ada kasus Covid-19 dapat segera diketahui.
Baca juga: Mendagri Minta Pemda Beri Diskresi Soal Penerapan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Ia juga mengingatkan pemda tidak memaksakan daerahnya untuk kembali membuka pembelajaran tatap muka.
"Kepala daerah itu sering kali 'Oh daerah kami sudah siap', bukan begitu, ini bukan kompetisi, kita tahu tahu bahwa anak-anak ini kehilangan peluang, kehilangan waktu, sekarang kita harus identifikasi anak-anak selama daring ini kemampuan apa yang kurang," ujar Pandu.