Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLB Demokrat: Manipulasi Opini Publik dan Musnahnya Etika Berpolitik

Kompas.com - 05/04/2021, 18:57 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, upaya pengambilalihan kepemimpinan di Partai Demokrat menggambarkan musnahnya etika dalam berpolitik.

Sebab, upaya itu juga diwarnai oleh manipulasi opini publik untuk memperoleh legitimasi dan dukungan dari publik.

"Ia juga merefleksikan musnahnya etika politik di antara elite yang menggunakan praktik-praktik Machiavellian untuk meraih kekuasaan mereka, percaya bahwa dukungan dan kepercayaan publik bisa didapat dengan manipulasi opini publik," kata Wijayanto dalam sebuah webinar, Senin (5/4/2021).

Baca juga: Manuver Moeldoko: Anomali Politik dan Masalah Etika Berdemokrasi

Menurut Wijayanto, manipulasi opini publik itu terlihat dari kemunculan narasi dukungan terhadap kongres luar biasa (KLB) di media sosial. Narasi tersebut muncul dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu singkat.

Narasi yang muncul antara lain menyebut Partai Demokrat sebagai partai dinasti, kader Partai Demokrat disebut korup, serta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko disebut akan menyelamatkan Demokrat.

Narasi yang digulirkan pasukan siber itu, kata Wijayanto, sesungguhnya tidak berhubungan dengan argumentasi soal legalitas KLB.

Menurut Wijayanto, narasi yang mendukung kubu KLB lebih banyak dari narasi pendukung kubu Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Hal itu dapat dilihat dari jumlah tagar (tanda pagar) atau hashtag yang muncil.

 

"Meskipun demikian, kubu AHY lebih berhasil memengaruhi opini dan memenangkan simpati publik. Hal ini nampak dari berbagai opini di media arus utama yang menentang pengambilalihan paksa ini," ujar Wijayanto.

Baca juga: Politisi Demokrat Sarankan Moeldoko Mundur dari Jabatan KSP

Oleh karena itu, Wijayanto mengingatkan Partai Demokrat tetap berhati-hati, karena penggiringan opini untuk menyerang sangat mungkin kembali terjadi.

"Ini menurut saya, satu hal yang perlu diwaspadai ke depan ya karena pasukan siber itu masih ada dan upaya-upaya penggiringan opini publik dalam isu-isu lain masih tetap berjalan," kata Wijayanto.

Adapun, Moeldoko terpilih melalui KLB yang digelar kubu kontra-AHY di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

Setelah itu, kubu Moeldoko mengajukan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat serta susunan kepengurusan hasil KLB ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Namun, Kemenkumham menolak untuk mengesahkan permohonan tersebut. Kini, kubu Moeldoko berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com