Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Sebut Perubahan Masa Jabatan Presiden Bisa Dilakukan Tanpa Amendemen tapi Sulit Dilakukan

Kompas.com - 15/03/2021, 14:02 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan perubahan masa jabatan presiden yang termaktub dalam UUD 1945 bisa terjadi tanpa dilangsungkannya amandemen.

Hal itu disampaikan Yusril menanggapi munculnya isu penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode.

Adapun dalam Pasal 7 UUD 1945 disebutkan bahwa jabatan presiden dibatasi maksimal hanya dua periode.

Baca juga: Dualisme Demokrat, dari Motif Pencapresan Moeldoko hingga Wacana Tiga Periode Jokowi

"Perubahan UUD memang bisa terjadi melalui “konvensi ketatanegaran”. Teks sebuah pasal tidak berubah, tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks," kata Yusril lewat pesan singkat, Senin (15/3/2021).

"Contohnya adalah ketika sistem pemerintahan kita berubah dalam praktik dari sistem presidensial ke sistem parlementer pada bulan Oktober 1945. Perubahan itu dilakukan tanpa amendemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat," tutur Yusril.

Kendati demikian Yusril mengatakan konvensi ketatanegaraan tersebut sulit dilakukan jika menyangkut perpanjangan masa jabatan presiden.

Menurut Yusril, faktor-faktor seperti rasa trauma terhadap langgengnya kekuasaan di tangan satu orang dan derasnya suara oposisi, baik di dalam badan perwakilan maupun di luarnya juga turut memengaruhi.

Apalagi di zaman kebebasan berekspressi dan kebebasan media sekarang ini, Yusril menilai penolakan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode berdasarkan konvensi akan menghadapi tantangan yang cukup berat.

Jangan dilupakan juga, sekarang ada Mahkamah Konstitusi yang melalui proses uji materi, bisa menilai apakah tindakan penyelenggara negara konstitusional atau tidak," kata Yusril.

Baca juga: Isu Presiden 3 Periode, Tjahjo Kumolo: Tembakan Politik Tanpa Arah, Hanya Kacaukan Stabilitas Politik

"Orang bisa mempersoalkan masa jabatan periode ketiga dengan cara konvensi tersebut di Mahkamah Konstitusi. Lain halnya jika terjadi amendemen oleh MPR atas norma Pasal 7 UUD 1945, maka Mahkamah Konstitusi tidak bisa berbuat apa-apa," 

Adapun sebelumnya wartawan asing yang lama meliput isu-isu politik Indonesia, John McBeth dalam analisisnya di Asia Times, menyatakan bahwa manuver yang dilakukan Moeldoko tak hanya menimbulkan syak wasangka bahwa mantan Panglima TNI itu hendak menggunakan Demokrat sebagai kendaraan politiknya di Pilpres 2024.

McBeth menyatakan, motif lain yang juga bermunculan ialah manuver yang dilakukan Moeldoko bertujuan untuk mengendalikan Demokrat agar menyetujui wacana tiga periode masa jabatan presiden agar Jokowi bisa tetap menjabat pada periode 2024-2029 lewat amendemen UUD 1945.

Menurut McBeth, motif tersebut muncul lantaran Presiden Jokowi tak menanggapi langsung aksi anak buahnya yang berupaya menyingkirkan trah SBY yang selama ini menjadi ciri khas Partai Demokrat.

Presiden Jokowi belum mengeluarkan sepatah kata pun dalam menyikapi manuver Moeldoko yang telah membuat jagat politik nasional menjadi ramai.

Baca juga: Wacana Jabatan Presiden 3 Periode Muncul Lagi, PKB: Jangan Suuzan

"Sejumlah pengamat menyatakan adanya skenario yang memberikan peluang bagi Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya hingga periode ketiga. Adapun dalam konstitusi sekarang, masa jabatan presiden dibatasi hingga dua periode," tutur wartawan asal Selandia Baru itu dalam analisisnya di Asia Times pada 9 Maret.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com