JAKARTA, KOMPAS.com – Manuver Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang berupaya mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menimbulkan sejumlah pertanyaan.
Pasalnya Presiden Joko Widodo diam seribu bahasa dalam menyikapi aksi politik yang dilakukan anak buahnya itu.
Wartawan asing yang lama meliput isu-isu politik Indonesia, John McBeth, dalam analisisnya seperti dikutip dari Asia Times pada 9 Maret, menyatakan bahwa manuver yang dilakukan Moeldoko memang memunculkan adanya motif mantan Panglima TNI itu menggunakan Demokrat sebagai kendaraan politiknya di Pilpres 2024.
Namun, menurut McBeth, manuver Moeldoko tak hanya menimbulkan syak wasangka bahwa Moeldoko hendak menggunakan Demokrat sebagai kendaraan politiknya di Pilpres 2024.
Baca juga: Amien Rais Sebut Ada Skenario Jabatan Presiden Jadi 3 Periode
McBeth menyatakan, motif lain juga bermunculan dari dualisme di Demokrat yang dilakukan Moeldoko dengan menggusur AHY yang notabenenya merupakan trah penerus pendiri partai, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang juga pernah menjabat sebagai Presiden RI keenam.
McBeth mengatakan motif lain yang muncul dari aksi Moeldoko merebut Demokrat ialah upaya pemerintah yang hendak menguasai suara di DPR.
Dengan dipimpin Moeldoko, Demokrat serta-merta menjadi anggota koalisi pemerintah dan siap digunakan untuk mendukung segala kebijakan pemerintah.
Baca juga: Isu Masa Jabatan Presiden 3 Periode, PKS Ingatkan Jokowi Hati-hati
Menurut McBeth hal itu akan dibutuhkan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengejar ambisi politiknya lewat berbagai proyek infrastruktur yang dipercaya bakal menjadi daya ungkit perekenomian Indonesia ke depan.
McBeth menuturkan motif selanjutya bisa saja upaya penguasaan Demokrat digunakan untuk mengamankan tujuan amendemen UUD 1945 yang di antaranya pernah diwacanakan untuk mengembalikan GBHN di dalamnya sebagai arah pembangunan nasional.
Kemudian, menurut McBeth, manuver yang dilakukan Moeldoko juga bisa dimaknai bertujuan untuk mengendalikan Demokrat guna menyetujui wacana tiga periode masa jabatan presiden agar Jokowi bisa tetap menjabat pada periode 2024-2029.
"Sejumlah pengamat menyatakan adanya skenario yang memberikan peluang bagi Jokowi untuk memperpanjang masa jabatannya hingga periode ketiga. Adapun dalam konstitusi sekarang, masa jabatan presiden dibatasi hingga dua periode," tutur wartawan asal Selandia Baru itu dalam analisisnya di Asia Times.
Baca juga: Profil Moeldoko: Dari Anak Miskin, Reformasi TNI, Kepala Staf Presiden, sampai Arah 2024
Menurut McBeth, motif-motif tersebut bermunculan lantaran Presiden Jokowi tak menanggapi langsung aksi anak buahnya yang berupaya menyingkirkan trah SBY yang selama ini menjadi ciri khas Partai Demokrat.
Presiden Jokowi belum mengeluarkan sepatah kata pun dalam menyikapi manuver Moeldoko yang telah membuat jagat politik nasional menjadi ramai.
Adapun Isu tiga periode jabatan presiden juga disuarakan mantan Ketua MPR Amien Rais yang menyebut adanya skenario yang hendak mengubah ketentuan UUD 1945 soal masa jabatan presiden yang saat ini dibatasi dua periode.
Ia mengatakan skenario tersebut nantinya bisa dimulai dengan meminta parta-partai di parlemen untuk menggelar Sidang Istimewa MPR untuk merubah sebagian pasal di UU D 1945.
Baca juga: Mengingat Kembali Pernyataan Jokowi soal Masa Jabatan Presiden 3 Periode...
Selanjutnya Amien memprediksi dalam sidang tersebut nantinya bisa dimunculkan upaya untuk menganti pasal di dalam UUD 1945 yang mengatur ketentuan masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.
"Jadi, mereka akan mengambil langkah pertama meminta Sidang Istimewa MPR yang mungkin 1-2 pasal yang katanya perlu diperbaiki, yang mana saya juga tidak tahu," kata Amien dalam tayangan Kompas TV, dikutip pada Senin (15/3/2021).
"Tapi, kemudian nanti akan ditawarkan pasal baru yang kemudian memberikan hak bahwa presiden itu bisa dipilih 3 kali," ujar Amien.
Isu perpanjangan masa jabatan presiden di era pemerintahan Jokowi bukan saja muncul sekali.
Pada akhir 2019 lalu kabar serupa ramai diperbincangankan seiring dengan wacana amandemen terbatas UUD 1945.
Presiden pun sempat angkat bicara terkait hal ini. Saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/12/2019), Jokowi tertawa kecil ketika ditanya apakah dirinya berkeinginan untuk memimpin Indonesia sampai 3 periode.
Baca juga: Soal Masa Jabatan Presiden, PDI-P: 2 Periode Ideal, Tak Perlu Diubah
Jokowi lalu menegaskan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD 1945 pasca-reformasi.
"Sejak awal, sudah saya sampaikan, kan saya sampaikan bahwa saya ini produk dari pemilihan langsung. Sehingga, saat itu waktu ada keinginan untuk amendemen, apa jawaban saya, apakah bisa yang namanya amendemen itu hanya dibatasi untuk urusan haluan negara, apakah tidak melebar ke mana-mana," kata Jokowi.
Jokowi mengaku sejak awal dirinya memiliki kekhawatiran bahwa wacana amendemen UUD 1945 yang berlangsung di Majelis Permusyawaratan Rakyat ini akan melebar. Kekhawatiran itu kini menjadi kenyataan.
"Sekarang kenyataannya seperti itu kan. (Isunya melebar) ada yang lari ke presiden dipilih oleh MPR, ada yang lari presiden tiga periode, ada yang lari presiden satu kali tapi delapan tahun. Kan ke mana-mana seperti yang saya sampaikan," ujarnya.
Kala itu Jokowi menyarankan agar MPR membatalkan amendemen UUD 1945 jika usulan liar terus muncul.
Baca juga: Isu Masa Jabatan Presiden 3 Periode, PKS Ingatkan Jokowi Hati-hati
Ia juga mengingatkan bahwa masih banyak tantangan dari luar yang harus dihadapi bersama semua komponen bangsa.
"Jadi, lebih baik tidak usah amendemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan-tekanan eksternal yang sekarang ini bukan sesuatu yang mudah untuk diselesaikan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Jokowi justru menaruh curiga kepada pihak yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Sebab, menurut Jokowi, usulan ini bakal merugikan dirinya.
"Ada yg ngomong presiden dipilih 3 periode itu, ada 3 (motif) menurut saya. Satu ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka padahal saya sudah punya muka, yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.