Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut Peristiwa Penembakan 6 Laskar FPI Tak Terkait Rizieq Shihab

Kompas.com - 15/03/2021, 09:22 WIB
Tatang Guritno,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membantah peristiwa yang menewaskan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) yang dikaitkan dengan Rizieq Shihab.

Bantahan itu disampaikan Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menanggapi pernyataan Ketua Tim Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar Front Pembela Islam (FPI) Abdullah Hehamahua.

Sebelumnya Abdullah mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi antara polisi dan enam laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50 merupakan buntut dari permasalahan Pilkada DKI 2017 yang melibatkan Rizieq Shihab.

Baca juga: Sebut Penembakan 6 Laskar FPI Bukan Pelanggaran HAM Berat, Komnas HAM: Ada Perintah Penguntitan

Taufan menyebut jika memang permasalahan tersebut terkait Rizieq Shihab, polisi bisa langsung melakukan penyerangan pada mantan pimpinan FPI itu.

"Jadi kalau dikaitkan dengan Pak Rizieq Shihab misalnya, gampang saja, mereka (polisi) bisa serang langsung beliau karena tahu keberadaannya," sebut Taufan dalam diskusi virtual di YouTube Medcom.id, Minggu (14/3/2021).

Taufan melanjutkan, polisi tidak melakukan tindakan itu meski tahu keberadaan Rizieq Shihab.

Apalagi, terang Taufan, berdasarkan data yang ditemukan Komnas HAM, pada peristiwa di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 itu, rombongan Rizieq Shihab dan keluarganya sudah jauh berada di depan mobil polisi yang menguntitnya.

Baca juga: TP3 Akan Berikan Jokowi Buku Putih Berisi Kumpulan Fakta Penembakan Laskar FPI

"Dalam perjalanan ini mobil Pak Rizieq dan Pangdanya, dan keluarganya itu sudah meluncur jauh. Kita punya bukti-bukti sangat kuat tentang itu," paparnya.

Taufan menambahkan bahwa jika TP3 mengatakan bahwa peristiwa tewasnya enam laskar FPI itu adalah pelanggaran HAM berat, maka harus dibuktikan apakah serangan polisi tersebut merupakan tindakan sistematis.

Sebab bukti-bukti yang dimiliki Komnas HAM menunjukan bahwa peristiwa itu adalah sebuah insiden.

"Jadi (bukti) voice notes misalnya, kita temukan kata-kata untuk menunggu. Maka kami katakan begini kalau laskar (FPI) ini tidak menunggu, peristiwa ini tidak terjadi. Karena yang dikuntit sudah jauh, yang berusaha melindungi ini berhasil memisahkan antara dua mobil polisi dengan mobil Pak Rizieq Shihab dan rombongan keluarga termasuk pangdanya itu," jelas Taufan.

Baca juga: Kasus Unlawful Killing Laskar FPI, 3 Anggota Polda Metro Jaya Dibebastugaskan

Terakhir Taufan memaparkan bahwa Komnas HAM ingin memberikan konstruksi kejadian untuk membuktikn apakah ada indikasi penembakan tersebut sistematis dan direncanakan.

Karena Taufan menilai bahwa jika ada instruksi dari atasan kepolisian dalam peristiwa tersebut, belum tentu juga instruksi itu mewakili kebijakan lembaga.

"Belum tentu dia mewakili kebijakan lembaga, karena dalam Statuta Roma (syarat pelanggaran HAM berat) dikatakan dia memang harus menjadi bagian instruksi pimpinannya dan itu adalah kebijakan lembaga. Tidak mudah itu, kamu cari (bukti) ini semua ya enggak ketemu," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya Ketua TP3 Abdullah Hehamahua menilai peristiwa penembakan pada enam laskar FPI merupakan buntut permasalahan dari Pilkada DKI 2017.

Yang mana menutut Abdullah, saat itu Rizieq Shihab menjadi aktor yang menggagalkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com