Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Kontra AHY Nilai AD/ART Partai Demokrat Kongres V 2020 Abal-abal

Kompas.com - 09/03/2021, 18:13 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Kantor Partai Demokrat Muhammad Rahmat menyebut Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang digunakan dalam Kongres V Partai Demokrat 2020 merupakan anggaran dasar abal-abal.

Hal tersebut ia sampaikan karena menurutnya anggaran dasar 2020 dilahirkan atau dikarang di luar kongres Partai Demokrat tanpa persetujuan anggota partai.

"Dan ini bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Partai Politik, bertentangan bahwa anggaran dasar itu harus persetujuan anggota di rapat anggota tertinggi. Nah ini bertentangan, sebetulnya ketua-ketua DPC, peserta kongres bisa saja menuntut anggaran dasar 2020 itu anggaran dasar abal-abal, karena tanpa persetujuan anggota," kata Rahmat dalam konferensi pers pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko, Selasa (9/3/2021).

Selain itu, Rahmat juga menyebut bahwa anggaran dasar Partai Demokrat 2020 merupakan anggaran dasar demokratis abal-abal.

Alasannya, kata dia, karena hak-hak suara Ketua DPD dan DPC dianggap telah dirampas oleh Majelis Tinggi untuk menentukan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Baca juga: Tersedu-sedu, Darmizal Mengaku Menyesal Pernah Dukung SBY Jadi Ketum Demokrat

"Majelis Tinggi hanya memiliki 9 suara, sementara DPD memiliki 64 suara, DPC memiliki 514 suara, tetapi suara DPD dan DPC yang mayoritas itu harus tunduk kepada majelis tinggi yang hanya memiliki 9 suara. Ini tentu sangat menciderai pembangunan demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Menurut Rahmat, AD/ART Kongres V tersebut juga dianggap merupakan contoh dari oligarki politik dengan memasung kebebasan berekspresi dari DPD dan DPC Partai Demokrat.

Lebih jauh, dia mencontohkan, kejanggalan lain dari AD/ART tahun 2020 yang berpengaruh pada proses pencalonan kepala daerah yang seharusnya diikuti oleh kader Demokrat.

Berdasarkan pemaparannya, banyak kader Demokrat di daerah yang berusaha mati-matian, tetapi gagal mencalonkan diri sebagai kepala daerah karena mahar pencalonan yang kurang.

"Karena maharnya kalah nilainya dengan calon kepala daerah yang lain. Atau Ketua DPC-nya tidak mau mengeluarkan rekomendasi kepada calon kepala daerah yang dari luar bukan kader partai. Lalu ketua DPC itu kena Plt," tutur Rahmat.

Oleh karena itu, Rahmat pun menyebut bahwa Demokrat versi KLB sepakat mengatakan telah terjadi kesewenang-wenangan dalam Partai Demokrat.

Hal itulah yang dinilainya menjadi dasar terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

Baca juga: Soal Kisruh Partai Demokrat, Menkumham Minta SBY Tak Tuding Pemerintah

"Jadi kesewenang-wenangan telah terjadi di dalam Partai Demokrat. Katanya demokratis, tetapi praktiknya adalah keluargais, dan otoriterian. Inilah yang menjadi bisul utama di dalam tubuh Partai Demokrat," ujarnya.

"Nah, inilah yang menjadi dasar utama, ketika teman-teman di daerah menginginkan KLB," sambung dia.

Diketahui, kubu kontra AHY melaksanakan KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).

Melalui KLB itu, diputuskan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

Sementara, mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Marzuki Alie terpilih menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat versi KLB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com