Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko yang Bilang Tak Tahu-menahu KLB Demokrat hingga Didapuk Jadi Ketua Umum

Kompas.com - 05/03/2021, 20:57 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko mendadak menjadi sorotan lantaran namanya tiba-tiba didapuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat oleh Kongres Luar Biasa (KLB) yang kontra dengan kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Didapuknya Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat dimulai dari perseteruan intenral partai berlambang mercy tersebut yang tak lagi puas dengan kepemimpinan AHY.

Mereka mengembuskan isu pelaksanaan KLB untuk melengserkan AHY dari pucuk pimpinan tertinggi partai. Saat itu nama Moeldoko sudah santer disebut-sebut sebagai pengganti AHY.

Baca juga: Kalahkan Marzuki Alie, Moeldoko Ditetapkan KLB Kubu Kontra AHY Jadi Ketum Demokrat

Namun Moeldoko saat itu mengaku tak tahu-menahu tentang wacana KLB untuk melengserkan AHY meski namanya kerap disebut-sebut.

Kini Moeldoko justru didapuk sebagai ketua umum oleh para kader yang sebagian telah dipecat oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.

Kompas.com mencoba merangkum sikap Moeldoko sejak awal wacana KLB dimunculkan hingga didapuk sebagai ketua umum. Berikut paparannya:

1. Anggap isu kudeta hanya dagelan

Moeldoko sebelumnya menilai tudingan bahwa ia terlibat dalam upaya melengserkan AHY ibarat dagelan. Ia justru heran dianggap hendak menggulingkan kekuasaan putra sulung Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono itu.

"Janganlah, apa itu, membuat sesuatu itu, menurut saya kayaknya ini dagelan saja, begitulah, lucu-lucuan begitu. Moeldoko mau kudeta, lah, kudeta apaan yang dikudeta?" kata Moeldoko di kediamannya, Rabu (3/2/2021).

Baca juga: Ditetapkan Jadi Ketum Demokrat Versi KLB, Moeldoko: Oke, Kita Terima

Moeldoko lantas berandai-andai, sekalipun memiliki pasukan bersenjata, dirinya tetap tak bisa mengudeta kepemimpinan AHY. Sebab, proses pergantian pimpinan suatu partai politik pasti diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai tersebut.

Oleh karenanya, pergantian kepemimpinan partai tak bisa dilakukan secara sembarangan.

"Anggaplah (saya) Panglima TNI yang pengin bisa jadi Ketua Umum Demokrat, emangnya gue bisa begitu, todong-todong senjata untuk para DPC, DPD. 'Ayo datang ke sini, gue todongin senjata'. Semua kan ada aturan AD/ART," ujar Moeldoko.

2. Akui hanya orang luar yang tak miliki pengaruh di Demokrat

Moeldoko mengatakan ia hanya orang luar di Demokrat yang tak memiliki hak apapun untuk menjalankan roda partai.

Moeldoko menegaskan bahwa ia sama sekali tak punya kuasa untuk melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Partai Demokrat.

Baca juga: Jadi Ketua Dewan Pembina, Marzuki Alie: Saya dan Pak Moeldoko Akan Bergandengan Tangan

"Saya ini orang luar, enggak punya hak apa-apa, begitu lho, yang punya hak kan mereka di dalam. Apa urusannya? Enggak ada urusannya, wong saya orang luar," kata Moeldoko.

"Di Demokrat ada Pak SBY (Soesilo Bambang Yudhoyono), ada putranya, Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi. Kenapa mesti takut dia," tuturnya.

3. Akui bertemu kader Demokrat

Moeldoko juga mengaku bertemu dengan sejumlah orang yang diduga merupakan kader Partai Demokrat tidak hanya dilakukan di rumahnya. Selain di hotel, pertemuan juga pernah digelar di sejumlah tempat.

"Beberapa kali di rumah saya. Ya ada di hotel, di mana-mana. Tidak terlalu pentinglah (bertemu di mana). Intinya kan aku datang diajak ketemuan. Ya wong saya biasa. Di kantor saya itu, setiap hari menerima orang. Menerima berbagai kelompok di kantor saya. Biasa kok," jelas Moeldoko saat memberikan keterangan pers di kediamannya di Jl Terusan Lembang, Jakarta, Rabu (3/2/2021).

“Yang marah saya suruh marah-marah. Emosimu keluarkan, marah-marah saja. Biar saya paham apa yang kalian pikirkan. Jadi apa yang salah gitu lho. Aku mau pertemuan di mana kan hak saya. Ngapain Ikut campur," lanjutnya.

Baca juga: AHY Sebut Moeldoko Ketum Partai Demokrat Abal-abal Versi KLB Ilegal

Saat ditanya lebih lanjut berapa kali pertemuan dilakukan, Moeldoko menyebut tidak perlu dihitung. Akan tetapi, dia mengisyaratkan pertemuan itu cukup sering dilakukan.

Namun, Moeldoko tidak menjawab saat disinggung apakah benar di antara nama-nama yang datang ada Nazaruddin dan Jhoni Allen Marbun.

"Ya masak saya hitung kan tidak perlu dihitung. Ya banyak, biasa kita ketemu," katanya.

4. Bersyukur bila diorbitkan untuk Pilpres 2024

Moeldoko sebelumnya mengaku bersyukur jika ada yang mengusung dirinya di pemilu mendatang.

"Kalau urusan 2024 pernahkah saya berbicara selama ini tentang 2024? Nggak pernah. Kalau yang mengorbitkan di sana ya Alhamdulillah, kan begitu," kata Moeldoko diikuti dengan tawa saat memberikan keterangan pers kediamannya, Rabu (3/2/2021).

Baca juga: AHY Sebut Sejak Awal Motif Moeldoko Tidak Berubah

"Ya kalau beliau-beliau menginginkan, hak beliau, kan begitu," tuturnya.

Meski demikian, Moeldoko menyebut dirinya tak pernah memikirkan peluang tersebut. Ia mengaku mencintai pekerjaannya saat ini.

Moeldoko juga mengklaim selalu profesional dan tak pernah mengemis jabatan. Oleh karenanya, saat ditanya tentang keinginannya mencalonkan diri di Pilpres 2024, mantan Panglima TNI itu tak menjawab tegas.

"Enggak usah, enggak usah, pertanyaannya nggak usah nakal begitu," ujarnya.

5. Menerima saat didapuk sebagai Ketua Umum Demokrat oleh

Moeldoko menerima keputusan KLB Partai Demokrat kontra-AHY yang digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (5/3/2021).

Baca juga: AHY: Moeldoko Pungkiri Pernyataannya Sendiri, Bukan Sikap Kesatria

Keputusan itu mengamanatkan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB. Moeldoko menyampaikan hal itu lewat sambungan telepon yang diperdengarkan kepada peserta KLB yang hadir.

Namun, sebelum menerima keputusan itu, Moeldoko mengajukan tiga pertanyaan kepada kader Demokrat di lokasi KLB.

"Meski secara aklamasi rekan-rekan telah memberikan kepercayaan kepada saya, saya ingin memastikan. Untuk itu, tolong saudara-saudara jawab beberapa pertanyaan saya untuk memastikan," kata Moeldoko dipantau dari siaran langsung KLB di KompasTV, Jumat.

"Pertama, KLB ini sesuai AD/ART atau tidak?" kata dia.

Peserta KLB lalu menjawab sudah sesuai.

"Kedua, saya ingin tahu keseriusan kalian memilih saya sebagai ketum Partai Demokrat, serius atau tidak?" kata Moeldoko.

Baca juga: Moeldoko: Saya Terima Menjadi Ketua Umum Demokrat

Peserta KLB kembali menjawab serentak dengan "Serius". Hal yang ketiga, Moeldoko meminta kepastian integritas peserta KLB untuk memperjuangkan kepentingan NKRI di atas kepentingan pribadi dan golongan. Peserta KLB lantas menyatakan kesiapannya.

Setelah mendengar tiga jawaban tersebut, Moeldoko mau menerima amanah sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.

"Baik, dengan demikian, saya menghargai dan menghormati keputusan saudara. Oke, kita terima menjadi ketua umum," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com