Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Jusuf Kalla "Nekat" Hadapi SBY pada Pilpres 2009 kendati Sadar Pasti Kalah

Kompas.com - 23/02/2021, 05:58 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menceritakan ketika dirinya memutuskan maju menjadi calon presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009 dengan menghadapi Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang notabene rekannya di Kabinet Indonesia Bersatu I.

Saat itu, Kalla memutuskan bercerai dan memilih bertarung menghadapi SBY hanya untuk menjaga harga dirinya sekaligus harkat dan martabat Partai Golkar.

Karena harga diri itu pula, Kalla tetap nekat bertarung menghadapi SBY kendati menyadari keputusannya tak akan membuahkan hasil kemenangan bagi dirinya.

"Sebenarnya itu hanya karena saya tahu susah menang, tapi karena saya ketua partai, ada harkat partai," ujar Kalla dalam Program Bukan Begini Bukan Begitu yang tayang di kanal YouTube Kompas.com, Senin (22/2/2021).

Kalla mengungkapkan, alasannya memutuskan mencalonkan diri menjadi calon presiden tak lepas dari permintaan SBY yang menginginkan supaya Golkar mengusulkan lima nama yang akan menjadi pasangannya.

Permintaan SBY tersebut sontak membuat harga diri Kalla terusik.

Baca juga: Jusuf Kalla: Para Buzzer Antikritik, Ini Bertentangan dengan Jokowi

Demi menjaga harga diri tersebut, Kalla yang saat itu mengemban Ketua Umum Partai Golkar memilih jalur pertarungan ketimbang melanjutkan kerja sama antarkeduanya.

Kalla kemudian menggandeng Wiranto untuk menghadapi SBY yang berpasangan dengan Boediono.

Selain SBY-Boediono, Kalla dan Wiranto juga menghadapi Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Kendati demikian, Kalla mengakui saat itu dirinya masih menginginkan kembali berpasangan dengan SBY.

Namun, karena kadung gengsi, Kalla pun memilih berpisah.

"Sebenarnya saya ingin sama SBY, tapi SBY memilih lain. Itu juga waktu itu malah minta clue agar Golkar kasih lima nama. Wah, itu berarti kan menghina saya kan, saya Wapres, saya ketua umum, akhirnya timbul harga, Golkar partai terbesar mesti ada calonnya dong," ungkap Kalla.

Dalam perjalanannya, Kalla memang telah menyadari bahwa kemenangan tak akan berpihak kepada dirinya.

Oleh karena itu, jika Pilpres 2009 terjadi dua kali putaran, dirinya pun menyiapkan skema untuk mengalahkan SBY.

Skema itu berupa menjalin kerja sama dengan Megawati untuk bisa mengalahkan SBY di putaran kedua.

Namun, skema tersebut tak terealisasi karena keduanya sudah kadung kalah dengan SBY pada putaran pertama.

Baca juga: Jusuf Kalla: Pak Din Syamsuddin Sangat Tidak Mungkin Radikal


"Walaupun juga ada harapan tersendiri kalau tidak mencapai 50 persen, maka mesti kan siapa nomor dua. Kita dapat janjian dengan Ibu Mega, siapa pun kalah kita saling bantu (di putaran kedua)," tutur Kalla.

Diketahui, dalam Pilpres 2009, SBY-Boediono menang telak setelah meraup 73.874.562 suara (60,80 persen).

Sementara itu, Megawati-Prabowo meraih 32.548.105 suara (26,79 persen) dan Kalla-Wiranto mengantongi 15.081.814 suara (12,41 persen).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com