JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto mengatakan, pernyataan Presiden Joko Widodo yang mewacanakan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) adalah momentum yang baik untuk proses penegakan hukum di Indonesia.
Damar mengaku sempat kaget dengan pernyataan Jokowi, sebab selama ini Safenet selalu meminta revisi UU ITE dan ditolak pemerintah.
Namun, saat ini ia berharap jika revisi UU itu jadi dilakukan maka benar-benar menyentuh aspek substantif dan menghilangkan pasal-pasal yang bermasalah.
Baca juga: Ketua Komisi I: Kami Sambut Baik Usulan Presiden Jokowi, Siap Bahas Kembali UU ITE
Damar menjelaskan setidaknya ada empat pasal bermasalah dan seharusnya dihapuskan dari UU ITE yaitu Pasal 27 Ayat 1, Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, dan Pasal 29.
"Pasal-pasal itu lebih baik dihapus. Karena, pertama rumusannya multitafsir. Kedua terjadi duplikasi hukum, yaitu ada permasalahan sudah diatur di KUHP tapi ada juga di UU ITE," kata Damar, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/2/2021).
Jika saat ini pemerintah membuka wacana untuk revisi UU ITE, Damar mengaku siap memberikan masukan untuk perubahan yang akan terjadi pada UU itu ke depannya.
Menurut Damar, UU ITE penting untuk direvisi karena tidak hanya membawa dampak hukum saja, namun juga memberi dampak politik dan sosial di masyarakat.
"Dampak politiknya adalah UU ITE sekarang ini melenceng dari niatan awal, dan dia digunakan oleh politik dan kekuasaan untuk menjatuhkan lawan-lawannya," ucap Damar.
"Sedangkan dampak sosial yang terjadi adalah robeknya jalinan sosial di masyarakat. UU ITE digunakan untuk lapor melapor, balas dendam, barter kasus, dan hal-hal lain yang justru jauh dari aspek keadilan," kata dia.
Baca juga: Wacana Revisi UU ITE, Pimpinan DPR: Kita Jenuh dengan Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan
Selain membahas wacana revisi UU ITE, Damar juga meminta pemerintah saat ini melakukan proses moratorium atau penundaan pada kasus-kasus terkait UU ITE yang sedang berjalan baik dalam penyidikan kepolisian, maupun sudah masuk ke proses pengadilan.
"Di tubuh Polri, Presiden bisa minta Kapolri untuk melihat lagi, supaya tidak semua kasus terkait UU ITE diproses. Lalu di pengadilan, Mahkamah Agung bisa mengeluarkan surat edaran untuk melakukan moratorium kasus terkait UU ITE sampai menunggu proses revisi UU itu," kata Damar.
Diberitakan sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta UU ITE dapat diimpelentasikan untuk menjunjung prinsip keadilan. Jika tidak dapat dilakukan, Jokowi akan meminta DPR untuk merevisi UU itu.
Baca juga: Ketua Baleg: Terbuka Peluang Revisi UU ITE Masuk Prolegnas Prioritas 2021
Jokowi menyebutkan, pemerintah akan meminta DPR menghapus pasal-pasal karet yang menjadi sumber persoalan hukum UU tersebut.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi saat memberikan arahan pada rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/2/2021).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui akun twitter resminya juga mengatakan bahwa pemerintah akan membahas inisiatif revisi UU ITE.
"Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknyalah, ini kan demokrasi,” cuit Mahfud pada akun Twitternya @mohmahfudmd.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.