Menurut MUI, hal tersebut harus dibatasi pada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan) yang berbeda agama.
"Sehingga tidak terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu pada pemeluk agama yang lain," lanjut tausiah tersebut.
Ketiga, apabila perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang.
Menurut MUI, sekolah dapat memandang hal itu bagian dari proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mulia terhadap peserta didik
"Hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak, mengimbau atau tidak. Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini," tulis tausiah tersebut.
Baca juga: Wamenag Sebut SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah Sesuai Amanat Konstitusi
Oleh karena itu, sekolah yang memerintahkan atau mengimbau peserta didik, dan tenaga kependidikan agar menggunakan seragam dan atribut yang menutup aurat, termasuk berjilbab, merupakan bagian dari proses pendidikan untuk mengamalkan ilmu dan memberikan keteladanan.
Selain itu, MUI menyoroti diktum kelima huruf d SKB 3 Menteri yang berbunyi:
"Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan".
Aturan tersebut, menurut MUI, tidak sejalan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat (2) bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Lebih lanjut, MUI meminta Kemendikbud, Kemendagri dan Kemenag lebih fokus dalam mengatasi dampak akibat pandemi Covid-19.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.