Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: UU Pilkada Belum Didesain Adaptif pada Kondisi Pandemi

Kompas.com - 17/12/2020, 16:30 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini mengevaluasi berlangsungnya Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi.

Berdasarkan hasil evaluasi sementara, ia mengatakan bahwa Undang-Undang (UU) Pilkada yang saat ini yaitu UU Pilkada Nomor 6 Tahun 2020 belum adaptif pada kondisi pandemi.

"Sehingga Pilkada itu berjalan dengan kerangka hukum untuk situasi normal. Penyesuaian tata kelola pemilihan akhirnya hanya mengandalkan sepenuhnya pada peraturan yang dibuat penyelenggara Pemilu dan peraturan teknis lainnya," kata Titi dalam Webinar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) bertajuk "Evaluasi Pilkada dan Catatan Perbaikan" Kamis (17/12/2020).

Baca juga: Bawaslu: Perolehan Suara Calon Tunggal di Pilkada 2020 Mendominasi di 25 Kabupaten/Kota

Ia juga menemukan banyak ekspektasi publik yang tidak mampu diwadahi penyelenggara.

Misalnya, soal ketegasan sanksi atas pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 yang dinilai masih menggunakan UU di luar UU Pilkada.

"Makanya kemudian ini di-spin gitu ya. Ketika ada kerumunan lalu ditindak tegas menggunakan UU umum, akhirnya kemudian di-spin isunya dengan kenapa Pilkada tidak ditindak," ujarnya.

Selain itu, ia juga menemukan persoalan metode pemungutan suara khusus di masa pandemi.

Titi berpendapat, Indonesia bahkan belum memiliki metode pemungutan suara yang sesuai di masa pandemi.

"Padahal, kalau kita belajar di negara-negara maju, mereka setidaknya punya metode khusus apakah memilih lewat pos atau kemudian early voting, memilih lebih awal. Lalu penggunaan teknologi untuk penghitungan suara atau rekapitulasi suara," contohnya.

Sehingga, kata dia, Pilkada ke depan harus didesain lebih adaptif untuk mengantisipasi situasi pandemi.

Namun, jika kemudian ingin dibuat secara umum, Titi menyarankan harus ada akses hukum yang memberikan akses kepada penyelenggara pemilihan untuk lebih leluasa mengatur teknis pemilihan di masa pandemi.

"Jadi kalau UU tidak mau mengatur hal-hal yang berkaitan dengan teknis pemilihan di masa pandemi, maka berikanlah akses atau cantelan agar penyelenggara pemilu punya otoritas untuk mengatur secara lebih penyelenggaraan pemilihan di masa pandemi," kata Titi.

Tiga bulan sebelum Pilkada dilaksanakan, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengaku, pihaknya sudah semaksimal mungkin mengatur protokol kesehatan Pilkada melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020.

Baca juga: Kelompok Masyarakat Sipil Dinilai Berhasil dalam Mendorong Penerapan Protokol Kesehatan pada Pilkada

Namun demikian, aturan yang dibuat KPU tetap disesuaikan dengan bunyi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2020 yang sebenarnya tak mengatur soal protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

KPU, kata Raka, tak bisa membuat ketentuan PKPU yang melebihi aturan dalam UU Pilkada.

"Tentu kami sudah semaksimal mungkin menuangkan apa yang menjadi kewenangan KPU di dalam Peraturan KPU. Lebih dari itu saya kira akan sulit karena undang-undangnya kan juga masih sama UU 10 Tahun 2016," kata Raka saat dihubungi Kompas.com, Jumat (25/9/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com