JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mencabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi eks komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan dalam putusan banding.
Majelis hakim yang menangani banding tersebut beralasan, Wahyu tidak berkarier di dunia politik dan telah dijatuhi pidana pokok berupa 6 tahun penjara.
"Bahwa terdakwa Wahyu Setiawan tidak berkarier dalam dunia politik dan dengan telah dijatuhi pidana pokok tersebut sudah tipis harapan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi," demikian bunyi putusan majelis hakim banding yang diunduh dari situs Direktori Putusan MA, Rabu (9/12/2020).
Baca juga: KPK Pertimbangkan Kasasi atas Putusan Banding Wahyu Setiawan
Selain itu, majelis hakim menilai, Wahyu telah menyukseskan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019.
"Bahwa terdapat alasan untuk menghargai hak asasi manusia terhadap terdakwa Wahyu Setiawan telah bekerja di KPU dengan mensukseskan Pemilu 2019," tulis majelis hakim.
Adapun putusan banding PT DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi Wahyu.
Majelis hakim yang memutuskan banding tersebut terdiri dari Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota.
Pada pengadilan tingkat pertama, Wahyu divonis hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 4 bulan kurungan, lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yaitu 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain vonis yang lebih ringan, majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan JPU KPK agar Wahyu dijatuhi hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama empat tahun terhitung sejak Wahyu selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: Putusan Banding Kuatkan Vonis 6 Tahun Penjara untuk Wahyu Setiawan, Hak Politik Tak Dicabut
Tidak dicabutnya hak politik Wahyu tersebut menjadi salah satu alasan KPK mengajukan banding dalam perkara tersebut.
Dalam perkara ini, Wahyu bersama mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridellina terbukti menerima uang sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setara dengan Rp 600 juta dari Saeful Bahri.
Suap tersebut diberikan agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Wahyu terbukti menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sekretaris KPU Daerah (KPUD) Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo terkait proses seleksi calon anggota KPU daerah (KPUD) Provinsi Papua Barat periode tahun 2020-2025.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.