Dalam buku terbitan tahun 2009 itu budayawan Betawi lulusan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia ini menampilkan beberapa sub judul mengerikan. Antara lain, Akibat dosa penguasa, Tafsir Metafisika, Digoyang Gempa Bumi, Disapu Tsunami, Dihentak Gunung Barapi, Wabah Nasional Flu Burung, Wabah Nasional AIDS, Wabah Demam Berdarah Dengue dan seterusnya.
Ridwan Saidi juga membahas masalah bencana yang berkaitan dengan lumpur panas Lapindo, kecelakaan pesawat Garuda, kapal tenggelam di laut, pesawat Hercules berguguran dan lain-lainnya.
Ketika saya tanya lewat telepon tentang bencana-bencana di masa kini (2014-2020), Ridwan Saidi (78 tahun), hanya tertawa terbahak-bahak. Dari tempat tinggalnya di Bintaro Jaya, Jakarta Selatan, Ridwan Saidi beberapa hari lalu hanya mengatakan,”Wah itu buku lama.”
Mirip yang dikatakan Andi Malarangeng bahwa bencana itu selalu diiringi hal positif, begitu pula pandemi Covid-19 ini.
Pandemi virus Corona ini juga membuka mata rakyat Indonesia terhadap kinerja kabinet, para menterinya. Ada yang disangka baik atau “disayang presiden”, tapi ternyata “begitu-begitu saja”.
Dari pandemi Covid-19, rakyat bisa menyaksikan pejabat yang diberi tugas menurunkan angka kematian akibat virus Corona ini dalam dua minggu. Juga ada pejabat yang mengumumkan dirinya “sebagai manajer terbaik”.
Nampaknya kita perlu berdamai atau bersahabat bukan hanya dengan Covid-19 tapi juga para pejabat seperti itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.