Maria sempat menyinggung kasus kekerasan seksual yang dialami Yuyun yang masih berusia 14 tahun dan kekerasan terhadap mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.
Ia mengatakan, banyak korban kekerasan seksual tidak mendapatkan perlindungan yang layak dan justru disalahkan.
"Kami meminta payung hukum yang jelas, kami merasa aman dan terlindungi. Kami hanya meminta untuk bisa memperhatikan kekerasan seksual yang masih dianggap hal yang tabu," kata Maria membacakan suratnya.
Baca juga: Lewat Surat, Ketua DPR Didesak Sahkan RUU PKS
Selain itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak DPR agar tetap memasukkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Desakan ini muncul salah satunya karena masih ada kekerasan yang dialami masyarakat Indonesia khususnya para Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (PPHAM).
Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati juga meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk membuat protokol perlindungan pendamping pengadaan layanan atau Perempuan Pembela HAM.
"Segera menjadikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi payung hukum bagi korban kekerasan seksual agar masuk dalam Prolegnas 2021," ujar Retty dalam konferensi pers, Jumat (27/11/2020).
Utamakan RUU yang mendesak
DPR diminta mempertimbangkan dengan matang daftar RUU Prolegnas Prioritas 2021.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, jangan sampai penyusunan Prolegnas Prioritas hanya formalitas belaka dan dilakukan asal-asalan.
Lucius berharap DPR menimbang urgensi pembentukan suatu RUU yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Tiga RUU Belum Disepakati, Prolegnas Prioritas 2021 Diputuskan Hari Ini
"Badan Legislasi harus mampu memfilter usulan RUU-RUU yang urgensinya sulit dijelaskan dan dipertanggungjawabkan," kata Lucius, Kamis (19/11/2020).
Selain itu, peneliti PSHK Indonesia Nur Sholikin mengingatkan DPR dan pemerintah realistis menyusun Prolegnas Prioritas 2021.
Nur menuturkan, DPR dan pemerintah perlu memilah RUU yang betul-betul memiliki nilai urgensi dan menjawab kebutuhan hukum publik.
DPR dan pemerintah juga harus mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air saat ini. Menurutnya, RUU yang berpotensi menimbulkan kontroversi sebaiknya ditunda dahulu.
"Dalam menentukan prioritas tahun 2021, DPR dan pemerintah hendaknya juga mempertimbangkan situasi pandemi yang saat ini masih berlangsung," ujar Nur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.