Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas: Lembaga Pendidikan Bisa Jadi Klaster Covid-19 jika Abaikan Protokol Kesehatan

Kompas.com - 25/11/2020, 07:45 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, institusi pendidikan berpotensi menjadi klaster penularan Covid-19 jika penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tak disesuaikan dengan protokol kesehatan.

Oleh karenanya, meskipun sekolah tatap muka mulai dibuka tahun depan, kegaitan belajar mengajar tidak dapat digelar secara instan seperti sedia kala sebelum pandemi virus corona.

Baca juga: Kasus Covid-19 Tak Terkendali, Satgas Ingatkan Pemda Tegas Beri Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan

"Kegiatan belajar mengajar tatap muka yang akan mulai dilakukan tahun depan tidak berarti kegiatan belajar mengajar akan berlangsung seperti sedia kala secara instan," kata Wiku dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (24/11/2020).

"Perlu diingat, instansi pendidikan dapat menjadi salah satu klaster penularan Covid-19 apabila aktivitasnya tidak berpedoman pada protokol kesehatan," tutur dia.

Wiku mengatakan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi institusi pendidikan untuk dapat menggelar sekolah tatap muka.

Syarat itu mulai dari ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan layak, sarana cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau hand sanitizer dan disinfektan, hingga akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Syarat lainnya, sekolah harus menerapkan wajib masker serta memiliki alat pengukur suhu badan atau thermo gun.

Baca juga: Mendikbud: Belajar Tatap Muka Diperbolehkan, tetapi Tidak Diwajibkan

Selain itu, sekolah juga harus memiliki pemetaan seluruh elemen sekolah yang mencakup kondisi kesehatan atau riwayat komorbid, risiko perjalanan pulang pergi termasuk akses transportasi yang aman, riwayat perjalanan dari daerah dan zona risiko tinggi dan kontak erat, serta pemeriksaan rentang isolasi mandiri.

"Kemudian juga persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali," ujar Wiku.

Wiku mewanti-wanti agar institusi pendidikan disiplin dan tidak lalai dalam menerapkan protokol kesehatan.

Disarankan kepada pengelola sekolah untuk membuat jadwal shift masuk, pembatasan kapasitas kelas, meniadakan kegiatan sekolah yang berpotensi menimbulkan kerumunan, dan tidak pernah lupa untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah berkegiatan.

Baca juga: Mendikbud: Januari 2021 Sekolah Boleh Tatap Muka, Ini Syaratnya

Sebelum kegiatan belajar mengajar tatap muka diimplementasikan, sekolah juga perlu lebih dahulu menggelar simulasi. Menurut Wiku, 1,5 bulan merupakan waktu yang cukup untuk berlatih.

"Semua simulasi serta pembukaan yang bertahap ini akan berhasil dilaksanakan jika sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lintas kementerian lembaga terjalin dengan baik," kata Wiku.

"Jangan pernah lalai dengan protokol kesehatan, terus disiplin dalam menjaga jarak," tutur dia.

Wiku menambahkan, rencana pembelajaran tatap muka di tahun 2021 ini dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri yang diumumkan 20 November kemarin.

SKB ini menjelaskan kewenangan pemerintah daerah, kantor wilayah dan kantor Kementerian Agama untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangan masing-masing, terhitung mulai semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com