JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menilai, anugrah kehormatan Bintang Mahaputera yang diberikan Presiden Joko Widodo pada enam hakim MK akan semakin menguatkan independensi.
Menurut dia, anugrah tersebut tidak ada akan mempengaruhi kualitas independesi hakim MK dalam menangani perkara.
"Ke depan, ini justru semakin menguatkan prinsip independensi yang senantiasa dipegang erat-erat hakim konstitusi dalam menjalankan kewenangannya," kata Fajar kepada Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: Bintang Mahaputera Hakim MK, Kekhawatiran akan Independensi dalam Pengujian UU Kontroversial
Fajar mengatakan, pemberian anugrah kehormatan Bintang Mahaputera tersebut sudah diatur dan memiliki aturan tersendiri dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Siapa pun yang sudah dianggap layak dan memenuhi syarat bisa diberi anugrah Bintang Mahaputera.
"Penghargaan tanda kehormatan semacam itu setidaknya justru membuktikan bahwa hakim konstitusi yang menerima penghargaan tersebut diakui secara obyektif oleh negara," ujar dia.
"Berjasa telah dan sedang menjalankan kewenangan dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya, termasuk dalam menjaga independensinya," ucap Fajar.
Adapun, tiga dari enam hakim MK yang diberi anugrah yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto. Mereka menerima gelar Bintang Mahaputera Adipradana.
Baca juga: Bintang Mahaputera untuk 6 Hakim MK Dikhawatirkan untuk Amankan UU Cipta Kerja
Sementara itu, tiga hakim lainnya yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan M.P. Sitompul diberi gelar bintang mahaputera utama.
Gelar kehormatan tersebut diberikan dalam upacara penganugerahan tanda jasa dan tanda kehormatan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Total, ada 71 pejabat negara/mantan pejabat negara Kabinet Kerja 2014-2019 serta ahli waris dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan yang gugur dalam menangani Covid-19 yang mendapat Bintang Mahaputera dan bintang jasa.
Tanda kehormatan ini diberikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 118 dan 119/TK/TH 2020 tertanggal 6 November 2020.
Baca juga: Enam Hakim MK Dapat Bintang Mahaputera, Istana: Jangan Dikaitkan Politik
Namun, pemberian bintang jasa kepada hakim yang masih aktif menangani perkara dikhawatirkan mengganggu independensi mereka.
Pakar hukum tata negara pada Universitas Andalas Feri Amsari menilai penganugerahan bintang mahaputera bagi enam hakim konstitusi diberikan di waktu yang tidak tepat.
Feri berpendapat, tanda kehormatan tersebut idealnya diberikan kepada hakim konstitusi yang sudah tidak menjabat, bukan hakim konstitusi aktif.
"Menurut saya tidak ada masalah memberi hakim penghargaan cuma waktu saja tidak tepat. Sebaiknya penghargaan diberikan pada saat pensiun untuk menghindari konflik kepentingan," kata Feri saat dihubungi, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: Pemberian Bintang Mahaputera kepada Hakim MK Dikhawatirkan Ganggu Independensi
Salah satu yang jadi sorotan adalah penanganan gugatan uji materi terhadap UU Cipta Kerja.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan (Unpar) Asep Warlan menilai, penganugrahan Bintang Mahaputera pada enam hakim MK bisa saja ditafsirkan sebagai upaya pemerintah mengamankan UU Cipta Kerja.
Terlebih lagi, beberapa waktu lalu DPR sudah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK yang salah satu isinya adalah memperpanjangan masa jabatan hakim.
"Jadi tafsir itu tidak salah. Bahwa ini ada kaitannya dengan pengharapan pemerintah dan DPR untuk menjaga Undang-Undang Cipta Kerja ini," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.