JAKARTA, KOMPAS.com- Pakar hukum tata negara pada Universitas Andalas Feri Amsari menilai penganugerahan bintang mahaputera bagi enam hakim konstitusi diberikan di waktu yang tidak tepat.
Feri berpendapat, tanda kehormatan tersebut idealnya diberikan kepada hakim konstitusi yang sudah tidak menjabat, bukan hakim konstitusi aktif.
"Menurut saya tidak ada masalah memberi hakim penghargaan cuma waktu saja tidak tepat. Sebaiknya penghargaan diberikan pada saat pensiun untuk menghindari konflik kepentingan," kata Feri saat dihubungi, Rabu (11/11/2020).
Feri khawatir, pemberian tanda kehormatan itu dapat mengganggu independensi hakim MK dalam menangani sengketa.
Baca juga: Enam Hakim Konstitusi Dianugerahi Gelar Bintang Mahaputera oleh Jokowi, Ini Rinciannya
Terlebih, MK tengah menangani permohonan jucidial review sejumlah undang-undang kontroversial seperti Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh karena itu, kata Feri, MK dan Pemerintah mestinya sama-sama menjaga independensi hakim konstitusi serta mencegah adanya konflik kepentingan.
"Pemberi dan penerima (bintang mahaputera) harus menjaga konflik kepentingan yang mungkin dibaca orang-orang berbeda," ujar Feri.
Diberitakan, enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dianugerahi tanda kehormatan bintang mahaputera oleh Presiden Joko Widodo.
Tiga dari enam hakim tersebut yakni Arief Hidayat, Anwar Usman, dan Aswanto, menerima gelar bintang mahaputera adipradana.
Baca juga: Dapat Bintang Mahaputera, Yasonna: Suntikan Semangat untuk Terus Mengabdi
Sedangkan tiga hakim lainnya yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo dan Manahan M.P. Sitompul diberi gelar bintang mahaputera utama.
Gelar kehormatan tersebut diberikan dalam upacara penganugerahan tanda jasa dan tanda kehormatan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.