Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Hukum: Distribusi II Pernah Diterapkan, tetapi Tidak Berarti Dapat Dibenarkan

Kompas.com - 10/11/2020, 19:11 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan, setidaknya ada tiga undang-undang (UU) yang pernah mengalami mekanisme Distribusi II untuk memperbaiki kesalahan perumusan.

Mekanisme Distribusi II digunakan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki salah ketik di UU yang ditemui setelah UU disahkan.

Baca juga: Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja, Bagaimana Ketentuan dan Mekanismenya?

Tiga UU tersebut yakni Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Mesuji, dan terakhir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Kendati demikian, Bivitri menekankan, mekanisme yang telah dipraktikkan tersebut bukan berarti dapat dibenarkan.

"Memang dalam catatan saya, ada tiga UU yang pernah mengalami Distribusi II ini, tetapi yang salah dipraktikkan, bukan berarti ia (Distribusi II) menjadi benar," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (10/11/2020).

Baca juga: Mekanisme Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja Dinilai Keliru, Ini Alasannya

Bivitri tidak setuju dengan penerapan mekanisme Distribusi II untuk memperbaiki kesalahan perumusan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Menurut dia, mekanisme tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu penerapan Distribusi II akan makin menguatkan indikasi cacat formil dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja.

"Kalau jadi digunakan, berarti dia sudah inkonstitusional. Memang tidak otomatis tidak berlaku, tetapi Distribusi II akan menguatkan argumen pihak-pihak yang mengajukan uji formil ke MK. Artinya, akan timbul ketidakpastian hukum," ucap Bivitri.

Baca juga: Pro-Kontra Mekanisme Distribusi II untuk Perbaiki UU Cipta Kerja

Bivitri mengatakan, apabila UU sudah melalui mekanisme Distribusi II, maka UU tersebut tetap bisa diimplementasikan.

Namun ia menegaskan, penerapan Distribusi II semakin menunjukkan bahwa pemerintah sudah melanggar moralitas demokrasi dan prinsip negara hukum.

"Sehingga semakin merendahkan legitimasi pemerintah, dan membuka peluang lebih besar untuk nanti dibatalkan," kata Bivitri.

Baca juga: Baleg DPR: Perbaikan Kelalaian Penulisan UU Cipta Kerja dengan Mekanisme Distribusi II

Sebelumnya, Badan Legislasi ( Baleg) DPR berwacana menggunakan mekanisme Distribusi II untuk memperbaiki kesalahan perumusan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020.

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan, mekanisme Distribusi II mungkin dilakukan meski tak diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Menurut Willy, mekanisme itu juga telah berulang kali digunakan.

"Perbaikan atas UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dapat dilakukan dan dibolehkan," ujar Willy saat dihubungi, Senin (9/11/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com