Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iqrak Sulhin
Dosen Kriminologi UI

Dosen Tetap Departemen Kriminologi UI, untuk subjek Penologi, Kriminologi Teoritis, dan Kebijakan Kriminal.

Pelarian Cai Changpan dan Mengapa Narapidana Melarikan Diri

Kompas.com - 02/11/2020, 06:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Akhir pelarian Cai Changpan, terpidana mati kasus narkotika, dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Tangerang berujung penuh pertanyaan.

Diduga, ia bunuh diri dengan cara menggantung dirinya di kawasan hutan Tenjo kabupaten Bogor.

Kematiannya memunculkan spekulasi di masyarakat, benarkah bunuh diri atau adakah penyebab lain kematiannya? Tulisan ini tidak ingin berspekulasi terkait pertanyaan tersebut.

Namun, satu hal yang yang tentu dilakukan oleh kepolisian adalah menelusuri lebih jauh bila memang ditemukan adanya indikasi ke arah kekerasan lain sebelum kematian berdasarkan pemeriksaan forensik, termasuk apakah ditemukan jejek orang-orang lain di lokasi, seperti sidik jari atau hal-hal lain (seperti rambut, serpih kulit) yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan-kemungkinan lainnya.

Baca juga: Eksklusif, Melihat Langsung Jenazah Cai Changpan yang Disebut Tewas Bunuh Diri

Di manapun di dunia saat ini, wacana seputar penjara (lapas) akan dikaitkan dengan upaya pembinaan (correctional motifs), dengan segenap upaya mendisiplinkan dan mengubah perilaku.

Meski tidak sedikit pula yang mengatakan ide pembinaan ini tidak efektif sama sekali. Ini pula yang melatarbelakangi mengapa penjara secara esensial lebih dilihat hanya sebagai pelaksana perintah pengadilan untuk pidana penjara (pencabutan kebebasan bergerak).

Sederhananya, penjara adalah upaya inkapasitasi, mengunci terpidana, memisahkan dirinya dari masyarakat, sehingga tidak lagi membahayakan.

Sebagai akibatnya, salah satu yang dijadikan “indikator” keberhasilan dari tugas penjara adalah tidak terjadinya pelarian.

Pelarian narapidana bukanlah cerita baru. Di tahun 1979 bahkan diproduksi sebuah film berjudul ‘Escape from Alcatraz’ yang dibintangi Clint Eastwood.

Film ini merujuk pada peristiwa nyata pelarian tiga orang narapidana dari Penjara (pulau) Alcatraz di lepas pantai San Francisco yang terjadi tahun 1962.

Upaya pelarian ini masih menjadi misteri sebenarnya. Tidak diketahui apakah ketiganya berhasil menyeberang dan “bebas” atau justru menghilang di laut yang memisahkan keduanya.

Di Indonesia sendiri, pelarian Johny Indo dari Penjara pulau Nusakambangan tahun 1982 juga pernah difilmkan di tahun 1987.

Baca juga: RS Polri Tunggu Instruksi Penyidik untuk Pulangkan Jenazah Cai Changpan

Meskipun pelarian ini berhasil digagalkan. Setelah itu, beberapa upaya pelarian juga terjadi.

Salah satu yang menyulitkan pelarian adalah kondisi alam Pulau Nusakambangan (hutan dan hutan bakau) serta selat yang memisahkannya dengan Cilacap (Pulau Jawa).

Pelarian narapidana

Mengapa narapidana melarikan diri? Bila mengacu pada tulisan Richard Culp (2005), pelarian narapidana sebenarnya mengindikasikan dua hal. Pertama, sulit dan terbatasnya kemampuan untuk memprediksi perilaku manusia.

Dalam prosedur baku penahanan dan pemenjaraan di dunia, setiap perlakuan terhadap narapidana harus selalu didasarkan pada asesmen terhadap kebutuhan (need) dan risiko (risk).

Need Assessment akan menentukan model pembinaan, sedangkan risk assessment akan menentukan bentuk dan level pengamanan. Namun demikian, ketika asesmen risiko dilakukan dan memperlihatkan level tertentu, kondisi di lapangan bisa terjadi sebaliknya.

Banyak di antara narapidana yang awalnya diperkirakan tidak terlalu berbahaya justru menjadi pemicu masalah kekerasan di dalam penjara.

Demikian pula halnya dengan narapidana yang diperkirakan tidak akan melarikan diri, kenyataannya justru terbalik.

Dalam kasus Cai Changpan, pada saat pertama kali masuk ke dalam Lapas, sudah seharusnya dikumpulkan informasi mengenai aspek risiko, seperti, apa tipologi kejahatan yang dilakukannya, apakah memiliki pengalaman melakukan kekerasan terhadap orang lain atau terhadap diri sendiri, hingga pengalaman menyerang petugas dan melarikan diri.

Faktanya, pada tahun 2017 ia pernah melarikan diri dari tahanan kepolisian. Semestinya ini menjadi dasar bagi pembedaan level pengamanan.

Terlepas dari adanya keterbatasan dari kemampuan prediksi sebagaimana disebutkan, pertanyaannya, apakah pada saat masuk ke lapas, Cai Changpan telah dimasukkan ke dalam kategori narapidana risiko tinggi dari sisi keamanan?

Kedua, menurut Culp, pelarian narapidana mengindikasikan selalu adanya kelemahan di dalam teknologi pemenjaraan.

Teknologi di sini tidak hanya berarti mekanik dan digital, namun juga berkaitan dengan manajemen pemenjaraan secara umum, seperti prosedur tetap pembinaan dan pengamanan narapidana.

Baca juga: Fakta-fakta Pelarian Cai Changpan, Sebulan Hidup di Hutan hingga Berakhir Bunuh Diri

 

Ini juga bisa disebut sebagai faktor situasional dalam pelarian, karena teknologi ini tentu akan berbeda-beda di setiap penjara, termasuk perbedaan dalam penerapannya.

Status sebagai Lapas Klas 1, sudah semestinya Lapas Tangerang memiliki teknologi pengamanan yang jauh lebih ketat.

Namun, secanggih apapun teknologi selalu memiliki kelemahan.

Dalam kasus Cai Changpan, terlihat adanya celah tertentu yang dimanfaatkan sebagai sarana melarikan diri, dengan segenap upaya yang dilakukannya untuk menggali terowongan sempit di bawah lantai penjara.

Selain adanya kemungkinan telah dipelajarinya aktivitas rutin dari penjagaan, sehingga aksi menggali hanya dilakukan pada jam-jam tertentu.

Memang muncul pertanyaan, bagaimana dengan ‘navigasi’ ketiga menggali terowongan hingga bisa tersambung dengan jalan keluar? Mengenai hal ini hanya ada beberapa kemungkinan.

Pertama, pelaku memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memperkirakan arah karena mendapatkan pelatihan-pelatihan terkait sebelumnya. Kedua, adanya bantuan dari pihak lain.

Seperti diberitakan, ditemukan dugaan adanya oknum petugas yang memberikan bantuan dalam proses penggalian.

Baca juga: Terpidana Mati Cai Changpan Diduga Bunuh Diri, Ini Kilas Balik Perjalanan Kasusnya

 

Sejauh mana keterlibatan dari oknum petugas ini, tentu diserahkan saja pada investigasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.

Sebab jauh dan sebab dekat

Secara umum, mengapa narapidana melarikan diri tidak hanya berkaitan dengan kondisi situasional di atas, yang bisa disebut sebagai sebab dekat.

Sebab dekat yang lain bisa seperti keinginan lepas dari penderitaan sebagai narapidana (the pain of imprisonment), adanya masalah yang mengancam keselamatan dalam konteks interaksi antar-narapidana, atau sebagai dampak lanjutan dari kerusuhan di dalam penjara.

Namun demikian, ada beberapa hal yang dapat disebut sebagai sebab jauh, seperti keinginan yang kuat untuk bertemu dengan keluarga, hingga adanya “urusan” yang belum selesai berkaitan dengan aktivitas kejahatan yang sebelumnya dilakukan.

Meskipun yang disebutkan terakhir ini masih berupa asumsi.

Penelitian yang dilakukan oleh Culp (2005) di Amerika Serikat memperlihatkan data yang menarik mengenai sebab-sebab pelarian ini.

Berdasarkan pengamatannya, dalam rentang 1988 s/d 1998, angka pelarian narapidana per 100 orang narapidana di Amerika Serikat memperlihatkan kecenderungan menurun.

Dari 1.40 tahun 1988 menjadi 0.40 di tahun 1998. Perubahan komposisi narapidana hingga dilakukannya perbaikan teknologi berperan dalam turunnya angka ini.

Namun, hal yang menarik adalah, tiga persentase tertinggi narapidana yang melakukan pelarian dilihat dari sisi tipologi kejahatannya adalah; narapidana kasus pembunuhan 33.1%, narapidana kasus pencurian 11% dan narapidana kasus narkotika 5.5%.

Data ini benar-benar memperlihatkan bahwa tidak selamanya narapidana yang dipidana penjara dalam waktu yang lama adalah mereka-mereka yang punya keinginan terkuat untuk melarikan diri, baik untuk bertemu keluarga ataupun sesederhana motif ingin “bebas”.

Narapidana kasus pencurian yang umumnya dipenjara dalam waktu relatif pendek, justru menjadi dua tertinggi yang melakukan pelarian.

Untuk mengantisipasi, tentu banyak hal yang harus dilakukan. Tidak hanya memperbaiki teknologi pengawasan, mekanisasi, hingga digitalisasi, tetapi ini juga berkaitan dengan disiplin petugas.

Baca juga: Ini Kronologi Cai Changpan Ditemukan Tewas Bunuh Diri di Pabrik Hutan Tenjo

 

Penjahat biasanya satu langkah di depan, seperti membaca aktivitas rutin penjagaan di dalam Lapas.

Mungkin bisa difikirkan strategi baru di dalam penjagaan, dengan pola-pola yang lebih sulit dibaca.

Demikian pula dengan kemampuan deteksi dini. Penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Hukum dan HAM di tahun 2020 ini juga mengidentifikasi masalah dalam deteksi dini ini.

Waktu 8 bulan (yang digunakan Cai Chang Pan dalam penggalian) sebenarnya waktu yang terlalu panjang bagi petugas untuk bisa mendeteksi adanya potensi gangguan keamanan maupun pelarian.

Apakah intelijen pemasyarakatan tidak bekerja? Apakah tidak dilakukan inspeksi terhadap kamar? Atau bilapun dilakukan, seberapa cermat? Ini juga akan menjadi pertanyaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com