JAKARTA, KOMPAS.com – Lembaga Arus Survei Indonesia merilis hasil survei nasional terkait kebijakan bantuan kuota internet yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kepada pendidik dan peserta didik untuk membantu pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Berdasarkan hasil survei, program Kemendikbud ini mendapat respons positif dari publik, meski sebelumnya sempat menuai polemik.
"Jadi sebagai sebuah kebijakan program subsidi kuota internet ini sempat menemui pro dan kontra," ujar Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia Ali Rif’an saat merilis suvei, Jumat (16/10/2020).
Baca juga: Belum Dapat Subsidi Kuota dari Kemendikbud? Ini Penyebabnya....
"Kenapa survei ini dilakukan? karena kita menjumpai bahwa program ini banyak direspons oleh tokoh dan beberapa analis pendidikan juga mengomentari soal ini," kata dia.
Data survei menunjukkan, sebanyak 85,6 persen responden menilai bahwa program bantuan internet gratis meringankan beban ekonomi orangtua pelajar/mahasiswa dalam membeli paket internet.
"Sebanyak 13,6 persen menjawab tidak. Sisanya, 0,8 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab," ujar dia.
Hal ini selaran dengan hasil survei yang menyebut 84,7 persen responden menilai bahwa program bantuan internet gratis merupakan langkah tepat dalam menjawab sense of crisis di tengah wabah virus corona (Covid19).
Sementara 13,7 persen tidak. Sisanya, yaitu 1,6 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Baca juga: Cegah Covid-19, Kemendikbud Minta Mahasiswa Jadi Duta Perubahan Perilaku
Sebanyak 63,2 persen mengaku puas (sangat puas & cukup puas) dengan kinerja Kemendikbud RI dalam menyalurkan bantuan kuota internet.
Sementara, 32,1 persen mengaku tidak puas (kurang puas & sangat tidak puas). Sisanya 4,7 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Adapun terkait platform belajar yang paling sering digunakan, Google Classroom (26,1 persen), Ruangguru (17,1 persen), Rumah Belajar (15,2 persen).
Berikutnya, Ayobelajar (8,1 persen), Zenius (6,5 persen), Duolingo (3,3 persen), Udemy (3,3 persen), Birru (3,3 persen), Sekolah.Mu (3,2 persen), Eduda System (2,2 persen), Edmodo (2,2 persen), Bahaso (1,2 persen), Aminin (1,2 persen), dan lainnya 2,0 persen.
Sisanya 5,1 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Baca juga: Asesmen Nasional Pengganti UN, Kemendikbud: Tidak Semua Siswa Ikut
Terkait penggunaan media video call dalam pembelajaran daring, mayoritas publik menggunakan aplikasi Zoom (57,2 persen), disusul Google Meet (18,5 persen), Cisco Webex (8,3 persen), U Meet Me (5,0 persen), Microsoft Teams (2,0 persen).
Sisanya, 6,9 persen memilih tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei dilaksanakan pada 7 hingga 11 Oktober 2020 di 34 provinsi di Indonesia dengan cara telesurvei, yaitu responden diwawancara melalui kontak telepon menggunakan kuesioner.
Metode penarikan sampel multistage random sampling.
Baca juga: Kecam Kemendikbud Soal Larangan Mahasiswa Ikut Demo, BEM SI Sebut Langgar Kebebasan Akademik
Jumlah responden 1000 responden dengan margin of error +/- 3.1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Ali tidak menjelaskan mengenai pendanaan atas survei yang dilakukan lembaganya. Namun, dia mengaku survei dilakukan secara bertanggung jawab untuk mengetahui persepsi publik.
"Kami di lembaga survei punya tanggung jawab moral untuk mengukur sebenarnya bagaimana persepsi publik terhadap kebijakan ini," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.