Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TURC: UU Cipta Kerja Tak Selesaikan Masalah, Hanya Menambah Persoalan

Kompas.com - 07/10/2020, 11:16 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Trade Union Rights Centre (TURC) Andriko Otang menyatakan, Undang-undang (UU) Cipta Kerja seharusnya dapat membuka diri terhadap perubahan dan perbaikan atas UU Nomor 13 Tahun 2020 tentang Ketenagakerjaan.

"UU Cipta Kerja seharusnya membuka diri terhadap perubahan dan perbaikan ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan hak tenaga kerja sebagaimana yang sebelumnya diatur di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003," ujar Andriko dalam konferensi pers, Selasa (6/10/2020).

"Bukan malah menempatkan aspek perlindungan tenaga kerja sebagai hal yang menghambat keinginan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif," kata dia.

Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Kerja Kontrak dan Outsourcing Diprediksi Makin Menggurita

Andriko mengatakan, perubahan dan perbaikan itu perlu dilakukan berdasarkan perspektif yang adil dengan mengakomodasi kepentingan para pihak hingga pada tataran kompromi yang dapat dicapai bersama, misalnya status kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Kemudian, kontrak jangka panjang dan hilangnya hak atas pesangon seiring hilangnya hak hukum untuk perubahan status hukum dari PKWT menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Hal itu diperparah dengan minimnya perlindungan skema jaminan sosial yang disediakan oleh pemerintah.

"Minim dalam arti model membership based yang mana peserta adalah pekerja membayar iuran, maka jika pekerja di PHK status kepesertaan mereka otomatis hilang," kata dia.

Dengan demikian, Andriko memandang pekerja tidak terlindungi di tengah pasar kerja yang semakin fleksibel.

Karena itu, penting untuk menjaga kualitas hidup dan perlindungan bagi pekerja untuk mencapai upaya mufakat baru dalam konteks ketenagakerjaan guna mewujudkan kerja yang layak.

"Sayangnya UU Cipta Kerja lahir tanpa proses yang partisipatif," kata Andriko.

Baca juga: Di Depan Jokowi, Presiden KSPSI Beberkan Pasal Bermasalah pada UU Cipta Kerja

Ia mengatakan, seiring dengan kebutuhan untuk meningkatkan investasi, UU Cipta Kerja justru perlu lebih sensitif memberikan perlindungan yang lebih tegas dan adil terhadap hak dan kepentingan tenaga kerja.

Hal itu termasuk pemberlakuan terhadap tenaga kerja PKWT tanpa mengesampingkan kepentingan pengusaha dan investor untuk menjalankan usaha dan investasinya dengan sebaik-baiknya.

Menurut dia, skema jaminan sosial dalam UU Cipta Kerja menuntut intervensi dan kontribusi negara yang lebih besar.

Padahal, BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan selama ini sering berada dalam kondisi yang rapuh dan tidak memiliki sumber daya yang cukup.

Untuk itu, skema jaminan sosial yang diatur UU Cipta Kerja justru akan menambah beban yang lebih besar bagi badan-badan penyelenggara jaminan sosial itu sendiri.

"Artinya, dalam statusnya sebagai sebuah omnibus law, UU Cipta Kerja justru bukannya menyelesaikan masalah, tetapi berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan baru," kata Andriko.

Baca juga: Ditolak Ramai-ramai, Bisakah UU Cipta Kerja Dibatalkan?

Melalui Rapat Paripurna pada Senin (5/10/2020), DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.

UU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. UU ini terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Lahirnya UU Cipta Kerja pun menuai protes sejumlah pihak, mulai dari buruh, mahasiswa, hingga pemuka agama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com