Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden PKS: Jokowi Harus Dengar Suara Buruh, Terbitkan Perppu Cabut UU Cipta Kerja

Kompas.com - 06/10/2020, 17:42 WIB
Tsarina Maharani,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden PKS Ahmad Syaikhu mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, pemerintah harus mendengarkan suara penolakan dari berbagai kelompok masyarakat terhadap pengesahan UU Cipta Kerja.

"Presiden Jokowi harus mendengar suara buruh dan masyarakat. Terbitkan Perppu. Cabut UU Ciptaker. Sebab buruh dan masyarakat menolak keberadaannya," kata Syaikhu dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10/2020).

Baca juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Ekonomi Indonesia Dinilai Diserahkan ke Sistem Liberal Kapitalis

Fraksi PKS di DPR menolak rencana pengesahan UU Cipta Kerja. Penolakan itu sempat kembali disuarakan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (5/10/2020).

Syaikhu mengatakan, muatan UU Cipta Kerja merugikan pekerja/buruh, sementara memberikan karpet merah bagi pengusaha dan investor.

Ia berpendapat, UU Cipta Kerja justru menghadirkan ketidakadilan bagi para pekerja/buruh. Karena itu, ia pun dapat memahami aksi unjuk rasa yang digelar massa buruh.

"Hal ini tercermin dalam perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan pengusaha-pekerja, upah dan pesangon," ucapnya.

Baca juga: Buruh Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Satgas Covid-19 Ingatkan Protokol Kesehatan

"Aksi buruh dan koalisi masyarakat sipil sangat bisa dipahami. UU Ciptaker berdampak buruk bukan hanya kepada buruh dan pekerja, tetapi juga berdampak buruk ke sektor lingkungan hidup dan kedaulatan ekonomi kita," imbuh Syaikhu.

Selain itu, kata Syaikhu, proses legislasi pembentukan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur. Pembahasannya disebut tidak demokratis dan tidak transparan.

"UU ini lahir dari proses yang tidak demokratis dan tidak transparan! Sangat besar peluang terjadinya penyelewengan. Kami tegas menolak dari awal hingga saat pengesahan," kata Syaikhu.

Baca juga: Soal Sertifikasi Halal di UU Cipta Kerja, MUI: Substansi Halalnya Jadi Ambyar

Di tengah penolakan berbagai elemen masyarakat sipil, RUU Cipta Kerja disahkan DPR menjadi undang-undang lewat rapat paripurna pada Senin (5/10/2020).

Merujuk pada UU Nomor 12/2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan, DPR selanjutnya harus memberikan RUU yang telah disahkan kepada presiden untuk ditandatangani dalam jangka waktu paling lama 30 hari.

Jika presiden tidak membubuhkan tanda tangan dalam kurun waktu tersebut, RUU sah dan otomatis menjadi UU dan wajib diundangkan.

Baca juga: Sahkan UU Cipta Kerja, DPR Dianggap Impostor, Apa Artinya?

Ketua DPR Puan Maharani, dalam rapat paripurna, mengatakan UU Cipta Kerja dinilai mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.

Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.

Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.

"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com