Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Film G30S/PKI dan Beda Cara Setiap Pemerintah Sikapi Peristiwa 1965...

Kompas.com - 30/09/2020, 17:09 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kata kunci "G30S/PKI" ramai diperbincangkan di jagat media sosial dan sempat menjadi trending topic di Twitter pada Selasa (30/9/2020).

Hingga pukul 11.00 WIB, setidaknya ada 18.200 twit yang menyertakan kata kunci tersebut dengan tagar #g30spki.

Bersamaan dengan cuitan itu, ada pula kata kunci #MenolakLupa dan #62DaruratPKI yang turut diperbincangkan.

Tanggal 30 September memang menjadi salah satu tanggal penting di dalam sejarah Indonesia. Saat itu, pada tahun 1965, tujuh jenderal diculik dan dibunuh.

Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai dalang di balik peristiwa tersebut. Namun dalam perkembangannya, peristiwa itu masih menyimpan teka-teki hingga saat ini.

Baca juga: Keliling Saksi Bisu G30S/PKI, Ada Museum yang Dulu Rumah Pahlawan Revolusi

Pada saat bersamaan, sejumlah pihak mendesak agar film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI (1984) garapan sutradara Arifin C Noer itu kembali diputar.

Film yang diproduksi pada tahun 1981 dan ditayangkan pertama kali pada 1984 berdasarkan sejarah resmi Orde Baru yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto pada 1966 tersebut, diketahui telah berhenti diputar sejak 1997.

Kejatuhan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden RI kedua, Soeharto, pada tahun 1998 menjadi titik awalnya.

Namun, pada tahun 2017 lalu, upaya agar film tersebut diputar kembali muncul. Salah satunya melalui instruksi yang diberikan Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo.

Baca juga: Peringatan G30S/PKI dan Aturan soal Pengibaran Bendera Setengah Tiang...

Kini, sekelompok elemen masyarakat yang mengatasnamakan dirinya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) berencana memutar kembali film tersebut. Salah satu inisiator KAMI adalah Gatot Nurmantyo.

Adapun kegiatan nonton bareng film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI rencananya hendak digelar di Karawang, Jawa Barat. Kegiatan tersebut akan dibarengi dengan rencana deklarasi KAMI Karawang.

Aparat kepolisian diketahui tidak akan mengeluarkan izin keramaian untuk kegiatan nonton bareng itu. Hal itu dilakukan karena saat ini masih dalam situasi pandemi Covid-19. Keamanan dan keselamatan jiwa masyarakat menjadi pertimbangan tidak dikeluarkannya izin tersebut.

"Sekali lagi, Polri tidak Polri tidak akan mengeluarkan izin untuk keramaian. Kalau mau nonton, silahkan nonton masing-masing," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2020).

Baca juga: Mahfud: Pemerintah Tak Larang Pemutaran Film G30S/PKI, asal...

Diorama Peristiwa G/30S PKI Lubang Buaya yang dipajang di Museum Monas, Jakarta Pusat Andra Prabasari Diorama Peristiwa G/30S PKI Lubang Buaya yang dipajang di Museum Monas, Jakarta Pusat

Beda cara pemerintah menyikapi

Pasca-jatuhnya Soeharto, setiap rezim pemerintahan memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyikapi isu kebangkitan PKI.

BJ Habibie

Pada masa Presiden RI ketiga itu, film tersebut tak lagi diputar. Menteri Penerangan Muhammad Yunus saat itu menyatakan, film yang bernuansa pengkultusan tokoh seperti G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak lagi sesuai degan dinamika reformasi.

"Karena itu, tanggal 30 September mendatang TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI," kata Yunus saat rapat kerja dengan Komisi I DPR pada 23 September 1988, seperti diberitakan Harian Kompas.

Baca juga: Andre Vltchek, Jurnalis dan Sutradara Film Dokumenter Bertema G30S/PKI Wafat di Turki

Sebagai gantinya, Departemen Penerangan bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyiapkan film dokumenter lain berjudul Bukan Sekedar Kenangan.

Abdurrahman Wahid

Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengusulkan pencabutan Tap MPRS XXV/1966 tentang pelarangan penyebaran ajaran Marxisme/Leninisme.

Tak hanya itu, ia juga membuka ruang bila ada pihak yang ingin mengusut adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di dalamnya.

Pasca-peristiwa 1965, banyak terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap orang-orang yang diduga terkait atau memiliki afiliasi dengan PKI.

Menurut Gus Dur, tidak semua orang yang dituduh komunis bersalah dan layak dihukum mati.

"Buktikan dong secara pengadilan, nggak begitu saja terjadi. Dan, maaf ya, hal semacam itu terjadi, justru banyak pembunuhan dilakukan oleh anggota NU. Padahal saya Ketua NU, untungnya setelah itu (setelah peristiwa G30S terjadi). Saya nggak pernah nutup-nutupi, memang begitu kok," kata Gus Dur seperti dilansir dari pemberitaan Kompas pada 14 Maret 2000.

Baca juga: Sejarah Film Pengkhianatan G30S/PKI dan Alasannya Dihentikan Tayang di TV

Namun, berbagai penolakan pun terjadi. Salah satunya berasal dari anggota Fraksi Partai Bulan Bintang, Hartono Mardjono, Ketua MPR Amien Rais, hingga Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi.

Hartono mengancam akan meminta MPR menggelar sidang istimewa bila rencana tersebut benar-benar direalisasikan. Sedangkan, Amien Rais menegaskan, tidak setuju dengan usulan pencabutan Tap tersebut.

"Bila Tap itu dicabut, maka PKI akan bangkit kembali dan simbol palu arit akan muncul di mana-mana," kata Amien seperti dikutip dari Antara 30 Maret 2000.

Lestari, keluarga korban kekerasan peristiwa 1965 asal Blitar, Jawa Tengah, saat mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Selasa (17/1/2012). Ia bersama puluhan keluarga korban lainya menagih janji Komnas HAM untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan pro justisia dan segera mengumumkan temuan pelangaran berat pada peristiwa tersebut.LUCKY PRANSISKA Lestari, keluarga korban kekerasan peristiwa 1965 asal Blitar, Jawa Tengah, saat mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, Selasa (17/1/2012). Ia bersama puluhan keluarga korban lainya menagih janji Komnas HAM untuk segera mengumumkan hasil penyelidikan pro justisia dan segera mengumumkan temuan pelangaran berat pada peristiwa tersebut.

Megawati Soekarnoputri

Pada era ini, para mantan anggota PKI sempat dilarang untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum 2003.

Keputusan itu tertuang di dalam Pasal 60 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Rumusan pasal itu menyebutkan bahwa "Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota harus memenuhi syarat."

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Detik-detik Peristiwa G30S/PKI saat RRI Dikuasai

Adapun pada huruf g disebutkan yaitu "Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya."

Pasal itu kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi oleh sejumlah tokoh beserta para mantan tahanan politik yang ditahan karena dituduh terlibat secara langsung dalam peristiwa G30S/PKI, serta pimpinan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru yang dipimpin Samaun Utomo.

MK pada 2004 akhirnya mengabulkan gugatan yang diajukan. Pasal yang digugat dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu pun dianggap tidak memiliki ketentuan hukum yang mengikat.

Susilo Bambang Yudhoyono

Di dalam dokumen Kontras bertajuk "Catatan Kondisi HAM 10 Tahun SBY", terdapat sejumlah catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia di dalam kegiatan diskusi peristiwa 1965-1966.

Di antaranya, penyelenggaraan workshop oleh Asosiasi Gugur Sejarah Indonesia (AGSI) yang dibubarkan paksa oleh Ormas Front Anti Komunis Indonesia dan dibiarkan aparat kepolisian.

Kemudian, pada 16 Februari 2014, korban peristiwa 1965-1966 yang tengah berkunjung ke kediaman korban lain yang berada di Semarang, Jawa Tengah, dibubarkan paksa oleh ormas dan polisi, yang berujung pada penangkapan dan pemeriksaan korban di kantor polisi.

Baca juga: Mengapa Soeharto Tidak Diculik dan Dibunuh PKI?

Sebelumnya, pada tahun 2007, Kejaksaan Agung secara resmi melarang pengadaan dan peredaran buku teks sejarah untuk SMP/ madrasah tsanawiyah (MTs), SMA/madrasah aliyah (MA)/sekolah menengah kejuruan (SMK) yang mengacu pada Kurikulum 2004.

Jaksa Agung Muda Intelijen Muchtar Arifin mengungkapkan, buku teks sejarah yang mengacu pada kurikulum tersebut tidak sepenuhnya mencantumkan fakta kebenaran sejarah Indonesia.

Hal itu dianggap sebagai tindakan yang memutarbalikan sejarah yang dapat menimbulkan kerawanan.

"Antara lain tidak menyebutkan pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948 dan hanya memuat keterlibatan G30S tanpa menyebut PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965," kata Muchtar seperti dilansir dari pemberitaan Kompas, 9 Maret 2007.

Sementara itu, sejumlah pihak mendesak agar pemerintah menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui mekanisme rekonsiliasi nasional.

Baca juga: Mahfud: Pemerintah Tak Larang Pemutaran Film G30S/PKI, asal...

Salah satunya yaitu tokoh NU, Salahuddin Wahid atau Gus Solah, yang mengusulkan adanya pemberian restitusi dan kompensasi bagi para korban kekerasan masa lalu. Upaya rekonsiliasi dan meminta maaf merupakan cara yang baik untuk memperkokoh kesatuan bangsa.

Ia pun mencontohkan, Letnan Jenderal Sarwo Edhie Wibowo, mertua SBY, pernah bertemu dengan Sobron Aidit, adik pimpinan PKI, DN Aidit, untuk meminta maaf atas terjadinya pembantaian terhadap orang-orang yang dicap PKI atau komunis.

"Sebaiknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memelopori tindakan serupa agar terjadi rekonsiliasi antarpelbagai pihak yang berseberangan di masa lalu," kata Gus Solah pada 12 April 2011.

Joko Widodo

Sekitar April 2016, pemerintah menyelenggarakan simposium tentang Peristiwa 1965 untuk pertama kalinya. Simposium itu bertajuk "Membedah Tragedi 195 dari Aspek Kesejarahan."

Menko Polhukam saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah tidak akan meminta maaf atas peristiwa kekerasan yang terjadi pada Peristiwa 1965 dan lanjutannya.

Namun, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan secara menyeluruh agar tidak ada beban di masa depan.

Penyelenggaraan simposium itu pun menuai pro dan kontra. Salah satunya dari para purnawirawan TNI dan ormas Islam di Jakarta.

Baca juga: Peristiwa G30S/PKI: Kisah 7 Pahlawan Revolusi yang Jasadnya Dibuang di Sumur Lubang Buaya

Mereka akhirnya menggelar simposium tandingan dengan tajuk "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain".

"Presiden Indonesia, jangan pernah berpikir untuk meminta maaf kepada PKI atau memberi ruang gerak bagi PKI untuk bangkit," kata Ketua Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, dalam kegiatan yang diselenggarapan pada 2 Juni 2016, seperti dilansir dari BBC.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com